Para aktivis dan pendukung kelompok oposisi di Bahrain mengecam keputusan Amerika untuk memulai lagi penjualan senjata ke negara itu.
Departemen Luar Negeri Amerika mengumumkan minggu lalu, Amerika akan mulai lagi menjual sebagian pasokan militer ke Bahrain untuk membantu negeri itu “mempertahankan kemampuan pertahanan negaranya dari serangan asing.”
Amerika menghentikan seluruh penjualan senjata tahun lalu setelah pemerintah Bahrain menggunakan kekuatan senjata untuk memadamkan pemberontakan pro-demokrasi di negara itu. Para pejabat Amerika tidak menyebutkan secara rinci persenjataan yang akan dijual berdasarkan kebijakan baru itu. Namun, mereka mengatakan pasokan senjata untuk mengendalikan kerumunan massa tidak akan termasuk.
Pengumuman itu dikeluarkan di tengah kekhawatiran pelanggaran HAM di Bahrain kemungkinan meningkat. Para pendukung anti-pemerintah bentrok dengan pasukan keamanan pada malam hari. Sejumlah aktivis HAM dan para pemimpin kelompok oposisi ditangkap dan dipenjara.
Matar Matar, juru bicara partai al-Wefaq yang beroposisi, mengatakan kebanyakan warga Bahrain tidak setuju dengan rencana Amerika untuk memulai lagi penjualan senjata ke negara mereka.
“Warga Bahrain kecewa dengan keputusan ini. Situasinya berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Kesepakatan penjualan senjata ini akan diartikan oleh pemerintah Bahrain sebagai lampu hijau untuk melanjutkan penangkapan-penangkapan itu,” ujarnya.
Menurut Brian Dooley dari organisasi Human Rights First, penjualan pasokan senjata ke Bahrain dalam kondisi seperti sekarang akan merupakan “bencana” bagi kredibilitas Amerika di Timur Tengah.
Dooley mengatakan, “Dengan meloloskan keputusan untuk penjualan senjata, apakah Amerika berpendapat bahwa reformasi yang sesungguhnya telah terjadi atau apakah Amerika memutuskan bahwa tidak masalah apakah reformasi terjadi atau tidak, Amerika akan tetap menjual senjata. Cara itu tidak akan menghasilkan reformasi HAM nyata.”
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Victoria Nuland mengatakan sementara Bahrain telah mengambil “beberapa langkah penting” menuju reformasi, “masih banyak lagi yang harus dilakukan.” Namun, ia juga mengatakan kemampuan militer Bahrain merupakan “unsur penting” janji Amerika untuk mempertahankan keamanan wilayah Teluk.
Armada Kelima Angkatan Laut Amerika berpangkalan di negara itu dan dipandang sangat penting untuk menghadapi kekuatan Iran di kawasan Iran yang kaya minyak itu.
Keputusan penjualan kembali persenjataan itu dilakukan setelah kunjungan Putera Mahkota Bahrain Salman Hamid Al Khalifa baru-baru ini ke Washington, yang bertemu Wakil Presiden Joe Biden, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dan Menteri Pertahanan Leon Panetta.
Amerika dikecam akibat tanggapannya yang lunak terhadap penumpasan atas demonstran pro-reformasi di Bahrain tahun lalu, sambil menunjukkan dukungan kuat bagi gerakan kelompok oposisi di negara-negara Timur Tengah lainnya.
Amerika menghentikan seluruh penjualan senjata tahun lalu setelah pemerintah Bahrain menggunakan kekuatan senjata untuk memadamkan pemberontakan pro-demokrasi di negara itu. Para pejabat Amerika tidak menyebutkan secara rinci persenjataan yang akan dijual berdasarkan kebijakan baru itu. Namun, mereka mengatakan pasokan senjata untuk mengendalikan kerumunan massa tidak akan termasuk.
Pengumuman itu dikeluarkan di tengah kekhawatiran pelanggaran HAM di Bahrain kemungkinan meningkat. Para pendukung anti-pemerintah bentrok dengan pasukan keamanan pada malam hari. Sejumlah aktivis HAM dan para pemimpin kelompok oposisi ditangkap dan dipenjara.
Matar Matar, juru bicara partai al-Wefaq yang beroposisi, mengatakan kebanyakan warga Bahrain tidak setuju dengan rencana Amerika untuk memulai lagi penjualan senjata ke negara mereka.
“Warga Bahrain kecewa dengan keputusan ini. Situasinya berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Kesepakatan penjualan senjata ini akan diartikan oleh pemerintah Bahrain sebagai lampu hijau untuk melanjutkan penangkapan-penangkapan itu,” ujarnya.
Menurut Brian Dooley dari organisasi Human Rights First, penjualan pasokan senjata ke Bahrain dalam kondisi seperti sekarang akan merupakan “bencana” bagi kredibilitas Amerika di Timur Tengah.
Dooley mengatakan, “Dengan meloloskan keputusan untuk penjualan senjata, apakah Amerika berpendapat bahwa reformasi yang sesungguhnya telah terjadi atau apakah Amerika memutuskan bahwa tidak masalah apakah reformasi terjadi atau tidak, Amerika akan tetap menjual senjata. Cara itu tidak akan menghasilkan reformasi HAM nyata.”
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Victoria Nuland mengatakan sementara Bahrain telah mengambil “beberapa langkah penting” menuju reformasi, “masih banyak lagi yang harus dilakukan.” Namun, ia juga mengatakan kemampuan militer Bahrain merupakan “unsur penting” janji Amerika untuk mempertahankan keamanan wilayah Teluk.
Armada Kelima Angkatan Laut Amerika berpangkalan di negara itu dan dipandang sangat penting untuk menghadapi kekuatan Iran di kawasan Iran yang kaya minyak itu.
Keputusan penjualan kembali persenjataan itu dilakukan setelah kunjungan Putera Mahkota Bahrain Salman Hamid Al Khalifa baru-baru ini ke Washington, yang bertemu Wakil Presiden Joe Biden, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dan Menteri Pertahanan Leon Panetta.
Amerika dikecam akibat tanggapannya yang lunak terhadap penumpasan atas demonstran pro-reformasi di Bahrain tahun lalu, sambil menunjukkan dukungan kuat bagi gerakan kelompok oposisi di negara-negara Timur Tengah lainnya.