Penyelidikan Myanmar: Pasukan Keamanan Mungkin Lakukan Kejahatan Perang

Pengungsi Muslim Rohingya yang memasuki Bangladesh dengan kapal di pantai Saplapur di distrik Teknaf di Bangladesh, beristirahat sambil menunggu untuk dibawa ke kamp-kamp pengungsi, 9 November 2017. (Foto: dok).

Sebuah komisi independen yang dibentuk pemerintah Myanmar telah menyimpulkan bahwa ada alasan-alasan yang bisa dipercaya bahwa pasukan keamanan melakukan kejahatan perang dalam operasi-operasi kontra-pemberontakan yang mengakibatkan lebih dari 700.000 anggota kelompok minoritas Muslim Rohingya melarikan diri ke negara tetangganya, Bangladesh.

Meski demikian, dalam laporan yang diserahkan, Senin (20/1), ke Presiden Myanmar Win Myint, komisi yang dipimpin seorang diplomat Filipina itu mengatakan bahwa tidak ada bukti yang mendukung tuduhan bahwa genosida direncanakan atau dilangsungkan terhadap Rohingya.

Komisi Penyelidikan Independen itu mengumumkan temuannya dalam pernyataan pers yang diunggah di laman Facebook mereka. Laporan tersebut muncul menjelang dikeluarkannya keputusan oleh pengadilan tertinggi PBB terkait permintaan agar Myanmar diperintahkan untuk menghentikan apa yang disebut usaha genosida terhadap Rohingya.

Gambia, atas nama Organisasi Kerjasama Islam yang beranggotakan 57 negara, mengajukan gugatan hukum tahun lalu ke Mahkamah Internasional di Belanda, yang menuding Myanmar melakukan genosida dan usaha itu masih berlanjut.

Aung San Suu Kyi, penasehat negara yang juga merupakan pemimpin de facto Myanmar, dalam sidang pendahuluan Desember lalu, membantah keras pasukan pemerintah melakukan kesalahan dalam kasus itu.

Laporan yang dikeluarkan komisi tersebut, Senin (20/1), mengatakan, tidak ada bukti genosida. Namun, berbeda dengan pernyataan-pernyataan pemerintah Myanmar, laporan itu menyiratkan bahwa pasukan pemerintah bersalah telah melakukan pelanggaran-pelanggaran berat. [ab/uh]