Peraih Nobel Pulang ke Irak, Janji Usahakan Perdamaian

Penerima Nobel Perdamaian, Nadia Murad di Nobel Peace Center, Oslo, Norwegia, 10 Desember 2018.

Aktivis Irak Nadia Murad bertemu dengan presiden negaranya, Rabu (12/12), di Baghdad, setelah menerima penghargaan Nobel Perdamaian atas usahanya memperjuangkan nasib para korban kejahatan seksual selama masa perang.

Murad adalah salah satu dari ribuan perempuan yang ditangkap dan dipaksa menjadi budak seks oleh militan ISIS pada 2014. Ia menjadi aktivis bagi para perempuan atau anak perempuan yang menjadi korban setelah melarikan diri dan mengungsi di Jerman.

Ia tiba di Baghdad dari Stockholm, Rabu (12/12), dan disambut Presiden Barham Salih. “Tidak ada artinya penghargaan Nobel tanpa mengusahakan perdamaian,” kata Murad kepada sekelompok pemimpin komunitas dan dubes-dubes asing di Istana Kepresidenan.

BACA JUGA: Nadia Murad: Dari Tawanan Jihadis Jadi Pemenang Hadiah Nobel

Murad adalah seorang anggota kelompok minoritas Yazidi di Irak, pengikut kepercayaan kuno yang secara keliru disapa sebagai penyembah setan oleh para ektremis Sunni. Ketika menyerbu Irak Utara pada 2014, kelompok militan ISIS membantai ribuan pria Yazidi dan memperbudak sekitar 7.000 perempuan dan anak-anak perempuan.

Banyak di antara mereka berhasil melarikan diri setelah pasukan Irak yang didukung AS secara bertahap, selama tiga tahun, mengusir para militan dari wilayah yang sempat dikuasai mereka. Namun hingga kini, sekitar 3.000 perempuan dan anak perempuan Yazidi masih dinyatakan hilang.

Murad menyerukan agar pemeruintah Irak dan koalisi pimpinan AS melakukan pencarian terhadap mereka yang hilang. Ia juga meminta pemerimtah membangun kembali kampung halamannya, kota Sinjar. Lebih dari 80 persen orang-orang Yazidi masih tinggal di kamp-kamp pengungsi. [ab]