Komnas Perempuan: UU Perlindungan PRT Sangat Penting untuk Cegah Kekerasan

  • Fathiyah Wardah

Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati dalam sebuah acara Komnas Perempuan terkait kekerasan terhadap PRT (Foto:Dok/VOA/Fathiyah).

Komnas Perempuan menyatakan untuk tidak berulangnya kekerasan terhadap pembantu rumah tangga diperlukan peraturan yang memberikan perlindungan dan menjamin pemenuhan hak-hak PRT.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Sri Nurherawati mengutuk keras tindakan penyekapan dan penganiayaan yang dilakukan istri purnawirawan perwira polisi terhadap 16 pembantu rumah tangganya.

Kasus ini terungkap setelah salah satu pembantu rumah tangganya, Yuliana Lewer, yang bekerja di rumah tersebut melaporkan kepada polisi setelah dia berhasil keluar dari rumah majikannya. Perempuan 17 tahun asal Ambon ini berhasil menghubungi keluarganya dan dijemput .

Menurut Nurherwati kekerasan terhadap pekerja rumah tangga ini merupakan bagian dari pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Untuk itu kepolisian lanjutnya harus menindak tegas pelaku kekerasan terhadap pembantu rumah tangga itu sehingga menimbulkan efek jera dan kasus serupa tidak terulang kembali.

Selama ini tambahnya penegakan hukum untuk para pelaku terkait kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga masih sangat lemah dan penyelesaiannya pun paling banyak diselesaikan dengan mediasi perdamaian.

Pembantu, kata Nurherwati dianggap pekerjaan yang sangat rendah sehingga terjadinya ketimpangan relasi antara majikan dan pembantu rumah tangga. Nurherwati juga menyayangkan belum selesainya pembahasan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sejak 2010 sudah menjadi Program Legislasi Nasional.

Padahal menurutnya peraturan itu sangat penting untuk memberikan perlindungan dan menjamin pemenuhan hak-hak pembantu rumah tangga seperti jam kerja, kepastian upah, bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan.

Perbaikan sistem perlindungan pembantu rumah tangga di dalam negeri kata Nurherwati akan menjadi efektif untuk mencegah keterulangan dan mempengaruhi upaya diplomasi Indonesian di depan negara lain terutama negara tujuan pengiriman TKI.

"Wilayah kerja PRT (pembantu rumah tangga) sangat khas karena dia tinggal satu rumah dengan majikannya kemudian ada hubungan psikologi, hubungan sosial bahkan disana ada hubungan kerja bercampur menjadi satu sehingga membutuhkan perlindungan. Undang-undang itu bisa mendorong supaya ini posisi setara sehingga mereka bisa mendapatkan kesempatan dan keadilan yang sama di depan hukum. Penghormatan terhadap pekerja rumah tangga setara dengan pekerjaan lainnya," kata Nurherwati.

Jaringan Nasional Advokasi PRT menyatakan sejak 2007 hingga 2011 ada 726 kekerasan berat terhadap PRT di Indonesia, terdiri 536 kasus upah tak dibayar, 348 diantaranya terjadi pada PRTA, 617 kasus penyekapan, penganiayaan hingga luka berat, dan bahkan meninggal.

Direktur Eksekutif Institut Perempuan yang juga penerima anugerah N-Peace Award 2013 untuk tokoh panutan untuk perdamaian, Valentina Sagala menyatakan belum adanya aturan yang memberikan perlindungan terhadap PRT membuktikan bahwa negara tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan perlindungan dan menjamin pemenuhan hak-hak PRT.

Hal ini jelas bertolak belakang dengan pidato Presiden SBY dalam Sesi ke-100 Sidang ILO di Jenewa, Swiss, tentang komitmennya dalam melindungi PRT.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu menilai seluruh pekerja rumah tangga yang berada di rumah jenderal polisi itu adalah korban.

LPSK tambahnya menawarkan persinggahan sementara bagi para korban untuk menjaga keselamatan mereka.

"Menawarkan kepada mereka mau mengajukan perlindungan pada LPSK dia bisa melakukan itu. Sejauh ini yang baru meminta perlindungan baru Yuliana, yang 15 lainnya belum. Kalau mereka sudah menyetujui dalam perlindungan kami tentu kami bisa menempatkan mereka di rumah aman,"kata Edwin.

Sementara itu Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisari Besar Agus Rianto mengatakan polisi hingga saat ini masih terus melakukan penyelidikan sehubungan dengan kasus ini. Masyarakat menurutnya tidak perlu khawatir karena polri akan bekerja secara profesional.

"Walaupun beliau ini adalah mantan anggota Polri yang sekarang sudah purnawirawan, sejak Polri tunduk kepada aturan yang berlaku bahwa kita tunduk pada peradilan umum, itu semua prosesnya dilakukan oleh Polri sendiri muaranya nanti ke pengadilan. Bisa masyarakat monitor semua," jelas Agus.