Perdagangkan Dua Orangutan Sumatera, Satu Orang Ditetapkan Jadi Tersangka

Dua anakan orangutan Sumatera yang berhasil diselamatkan saat berada di kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser di Kota Medan, Jumat 10 Januari 2020. (VOA/Anugrah Andriansyah).

Pelaku perdagangan orangutan Sumatera berhasil ditangkap setelah buron selama tiga pekan. Pelaku sebelumnya akan menjual dua orangutan Sumatera yang masih berusia di bawah 2 tahun. 

Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Sumatera Seksi Wilayah I menetapkan Riswansyah alias Iwan Gondong (38) asal Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), sebagai tersangka dalam kasus perdagangan orangutan Sumatera. Iwan adalah pemilik sepasang individu orangutan yang masih berusia 2 tahun (jantan), dan 1 tahun (betina).

Kepala Seksi Wilayah I Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Haluanto Ginting mengatakan kepada VOA, pelaku sempat melarikan diri pada saat petugas melakukan penggerebekan di rumahnya di Dusun Kwala Nibung, Desa Pula Rambung, Langkat, pada Kamis 10 Januari 2020. Namun, petugas berhasil menangkap pelaku pada 31 Januari 2020 di rumah orang tua pelaku di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumut.

“Pada saat penggerebakan dia melarikan diri, tapi barang bukti berupa dua individu orangutan berhasil disita. Kemudian informasi bahwa teman-teman melihat yang bersangkutan ada di lokasi. Selanjutnya, kami langsung koordinasi dengan Polda Sumut untuk melakukan penjemputan terhadap yang bersangkutan. Lalu, kita naikkan statusnya sebagai tersangka karena dia memang mengakui bahwa orangutan itu milik dia,'' katanya Minggu (2/2).

Your browser doesn’t support HTML5

Perdagangkan Dua Orangutan Sumatera, Satu Orang Ditetapkan Jadi Tersangka

Haluanto menjelaskan pelaku tak sendirian dalam aksi perdagangan orangutan. Dalam aksinya memperdagangkan orangutan di kawasan Bukit Lawang, Iwan Gondrong memiliki kode tertentu bersama koleganya dengan alat komunikasi khusus agar tak terlacak oleh petugas. Namun petugas belum bisa mengungkapkan dari mana pelaku memperoleh dua individu orangutan tersebut.

“Bisa dikatakan begitu karena ada beberapa orang yang terlibat. dan kami akan lakukan pemanggilan lagi pada orang tersebut. Kalau kami lihat dari cara pelaku, dia jumpa face to face tapi komunikasi melalui alat komunikasi. Pelaku mempunyai kode pada saat bertransaksi,” jelasnya.

Saat ini dua individu anakan orangutan tersebut telah berada di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumut. Sedangkan Iwan Gondrong akan dikenakan Pasal 21 Ayat 2 Huruf a juncto Pasal 40 Ayat 2 Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juncto Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Dua anakan orangutan saat berada di kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Medan (foto: dok).

Perburuan Orangutan dari Aceh Hingga Sumut Masih Kerap Terjadi

Sementara itu Pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), Panut Hadisiswoyo mengatakan perburuan orangutan di wilayah Aceh hingga Sumut masih kerap terjadi, tercatat sedikitnya ada 10 hingga 20 kasus per tahun. Pada Januari 2020, mereka menemukan tiga individu orangutan Sumatera yang menjadi korban dalam perdagangan gelap satwa dilindungi di Gayo Lues, Aceh, dan di Langkat, Sumut.

BACA JUGA: Thailand Pulangkan Orangutan ke Indonesia

“Perburuan masih tetap terjadi walaupun sudah ada upaya perlindungan tapi ada beberapa aksi-aksi yang memang belum bisa ditangani semuanya. Ada juga konflik yang memicu perburuan itu, ketika terisolasi ya itu bisa memicu perburuan tersebut,” katanya kepada VOA.

Bukan hanya itu, orangutan yang menjadi korban perburuan oleh manusia kerap kali mengalami tindak kekerasan mulai dari ditembak, dikurung dalam kandang yang tak alami, hingga malnutrisi

“Ditembak, ada peluru di tubuh orangutan. Ada yang kami temukan terluka parah. Ada yang terisolasi, malnutrisi. Kalau dipelihara masyarakat ya kondisinya kadang tidak memiliki sifat alami. Ketika orangutan kami rescue pasti kondisinya memprihatinkan. ada yang ditembak, mungkin ada upaya pengusiran, dan mengambil orangutan. Ketika konflik tidak ditangani akan bisa memicu perburuan,” ungkap Panut.

BACA JUGA: Orangutan Sumatera di Aceh Buta Usai Ditembak, 24 Peluru Bersarang di Tubuh

Ada beberapa faktor yang menjadikan orangutan kerap diburu yakni tingginya permintaan di pasar gelap perdagangan satwa dilindungi. Lalu, adanya ketertarikan dari manusia untuk memelihara orangutan.

“Aktor yang paling utama karena adanya pasar, ada permintaan. Bayi-bayi orangutan laku di pasar gelap penyelundupan ke luar negeri. Jadi itu salah satu pemicu. Ada jaringan mulai dari yang berburu dan yang menampung,” ujar Panut. [aa/em]