Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan siap memimpin tentara negaranya “di medan perang” mulai Selasa (23/11), sebuah langkah baru yang dramatis yang diambil oleh pemenang anugerah Nobel Perdamaian itu, dalam konflik di Ethiopia yang telah menghancurkan negara tersebut dan telah berlangsung selama setahun terakhir ini.
“Saat ini adalah waktu di mana pengorbanan sebagai martir diperlukan dalam memimpin negara,” ujar Ahmed dalam sebuah pernyataan yang diposting di media sosial pada Senin (22/11) malam.
Melihat pergerakan pasukan pemberontak Tigray yang semakin mendekati ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, pemerintah pada awal bulan ini mengumumkan kondisi darurat.
BACA JUGA: Pemerintah Ethiopia Klaim Hampir Kuasai Wilayah Tigray UtaraPuluhan ribu orang diperkirakan telah tewas dalam perang antara pasukan pemerintah Ethiopia, yang didukung oleh pasukan sekutu, dengan para pejuang di wilayah utara Tigray yang telah mendominasi pemerintah nasional sejak lama sebelum Abiy Ahmed menjabat.
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain telah memperingatkan bahwa negara terpadat kedua di Afrika itu dapat mengacaukan seluruh wilayah di Semenanjung Somalia.
Pernyataan perdana menteri yang dikenal sebagai mantan tentara itu, tidak mengatakan ke mana tepatnya ia akan pergi pada Selasa (23/11). Juru bicara perdana menteri, Billene Seyoum, belum menanggapi permintaan komentara dari media.
“Mari kita bertemu di medan perang,” ujar perdana menteri berusia 45 tahun itu.
Pernyataan itu juga mengklaim bahwa pihak Barat sedang berupaya mengacaukan Ethiopia, serangan balik terbaru terhadap apa yang oleh pemerintahan Abiy Ahmed gambarkan sebagai campur tangan masyarakat internasional.
Utusan-utusan Khusus dari Uni Afrika dan Amerika telah melanjutkan upaya diplomatik dengan mengupayakan tercapainya gencatan senjata dalam konflik tersebut guna menghentikan pertempuran dan melanjutkan pembicaraan mencari solusi perdamaian.
Dalam waktu satu tahun pemerintahan Abiy Ahmed telah mengubah gambaran tentang konflik di Tigray itu dari “operasi penegakan hukum” menjadi “perang eksistensial.” Kekuatan militer Ethiopia dilaporkan telah melemah dalam beberapa bulan terakhir ini, sehingga kini pemerintah membentuk pasukan regional berbasis etnis dan menyerukan pada semua warga negara yang mampu berperang untuk bergabung. [em/lt]