Perekrutan ISIS di Asia Tenggara Meningkat Meski Serangan Melemah

  • Associated Press

Bar Movida yang menghadapi serangan granat di Puchong, pinggiran Kuala Lumpur, Maret 2016.

Kelompok itu berambisi menciptakan provinsi-provinsi Asia Tenggara dari kekhalifahan ISIS bahkan di saat mereka kehilangan wilayah di Suriah dan Irak.

Serangan-serangan tidak efektif dari pengikut kelompok Negara Islam (ISIS) di Asia Tenggara telah menunjukkan mereka terpecah-pecah dan kekurangan keahlian yang telah menghasilkan korban-korban tewas mengenaskan di seluruh dunia.

Namun para ahli terorisme mengatakan ancaman dari para militan, menyebar di seluruh Indonesia, Malaysia dan Filipina selatan, tidak bisa diremehkan dan mereka dapat bertransformasi menjadi kekuatan yang lebih berbahaya berkat pelatihan dan kepemimpinan.

Ada banyak tanda bahwa orang-orang radikal di wilayah ini telah disemangati oleh seruan dari pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi untuk melakukan serangan dan ambisi kelompok itu untuk menciptakan provinsi-provinsi Asia Tenggara dari kekhalifahan ISIS bahkan di saat mereka kehilangan wilayah di Suriah dan Irak.

Ledakan granat di sebuah bar di luar Kuala Lumpur bulan Juni disebut polisi sebagai serangan ISIS pertama di negara itu, di mana lebih dari 150 orang ditahan karena keterlibatan dengan kelompok militan itu sejak 2014. Serangan itu melukai delapan orang namun tidak menyebabkan kematian. Penahanan orang-orang sesudahnya yang terkait dengan serangan itu termasuk dua polisi.

Sebuah pemboman bunuh diri terhadap polisi minggu lalu di Solo, Jawa Tengah, hanya membunuh si pelaku, yang menurut polisi merupakan kawan Bahrun Naim, satu dari ratusan warga negara Indonesia yang bersama ISIS di Suriah dan yang telah terkait dengan plot-plot lain di Indonesia.

Kedua serangan terjadi selama Ramadan namun tidak menarik banyak perhatian di saat gelombang kekerasan militan terjadi di beberapa negara, termasuk di AS, Turki dan Bangladesh, yang menewaskan sekitar 350 orang.

"Ancaman ISIS telah meningkat di seluruh wilayah tapi dari basis yang relatif rendah," ujar Sidney Jones, direktur Lembaga Analisis Kebijakan Konflik.

"Kami melihat lebih banyak hubungan. Kemungkinan komunikasi antar perbatasan negara lebih tinggi. Kita harus terbuka dengan kemungkinan bahwa baik metode maupun profesionalisme serangan dapat meningkat."

Sejauh ini, keberhasilan ISIS di Asia Tenggara adalah kekuatan propagandanya yang licin dan keterampilan di dunia maya untuk merekrut terutama para pengikut muda jauh lebih cepat dibandingkan kontak fisik yang diandalkan kelompok-kelompok militan yang lebih tua.

Sebuah laman berita ISIS yang dibuat secara profesional, alfatihin.com, menggunakan bahasa Melayu dan mulai terbit bulan Mei untuk memperluas jangkauan kelompok itu. Kekuatan kelompok untuk menginspirasi serangan gaya perseorangan (lone-wolf) seperti di Orlando atau San Bernardino di mana pelaku tidak mengalami hubungan yang diketahui dengan radikal lain, juga merupakan potensi ancaman untuk wilayah.

Demonstrasi menentang ISIS di Jakarta. (Foto: Dok)

"Pergerakan radikal mendapat keuntungan dari teknologi informasi," ujar Direktur Pencegahan pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Hamidin.

Perekrutan tradisional melalui indoktrinasi pada kelompok-kelompok pengajian yang dapat dideteksi dan dipantau dengan mudah oleh pihak berwajib telah digantikan dengan pesan instan dan media sosial, ujar Hamidin.

"Ini masalah yang sedang kita hadapi," katanya.

ISIS juga menarik dukungan dari jaringan pejuang yang telah lama terbentuk, seperti Abu Sayyaf di Filipina dan pengikut Santoso, radikal paling diburu di Indonesia.

Namun serangan-serangan yang diinspirasi ISIS kurang berdampak karena pelaku yang tidak berpengalaman dan kewaspadaan pasukan keamanan di Malaysia dan Indonesia. Selain itu, banyak militan Indonesia yang merupakan bagian dari jaringan Jemaah Islamiyah yang terkait al-Qaida sedang dipenjara atau tidak setuju dengan ideologi dan taktik ISIS.

Bahkan serangan bom bunuh diri dan senjata pada 14 Januari di Jakarta dianggap amatir oleh para ahli dan dalam lingkaran militan.

Serangan granat dekat Kuala Lumpur bulan Juni lalu merupakan contoh kemampuan tingkat rendah ISIS di Malaysia, namun juga merupakan tanda-tanda pelatihan untuk mendapatkan dampak lebih besar di masa depan, ujar Badrul Hisham Ismail, analis dari Iman Research di Malaysia yang meneliti agama dan masyarakat.

"Ancaman meningkat karena ISIS telah menggeser fokus untuk membangun negara Islam di wilayah ini," ujarnya.

Perekrutan ISIS telah semakin agresif dan beberapa militan Malaysia telah bergabung dengan Abu Sayyaf di Filipina selatan, kata Badrul.

Sejumlah warga Indonesia juga diketahui telah bergabung dengan Abu Sayyaf, membuatnya berpotensi sebagai pusat jaringan militan di wilayah ini.

ISIS telah merilis video pada bulan Juni yang menunjukkan seorang warga Indonesia, seorang warga Malaysia dan seorang warga Filipina di Suriah yang mengakui pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, sebagai ketua ISIS Asia Tenggara.

Menurut Jones, Abu Sayyaf kemungkinan akan memasok militan-militan yang dapat melatih calon-calon jihadis Indonesia dalam pembuatan bom dan keterampilan lain. Sumber lain bisa jadi para militan Indonesia yang bebas secara bersyarat, yang mengikuti ISIS dalam penjara.

"Kemungkinan ada introspeksi dari para pemimpin Indonesia di Suriah mengenai bagaimana menjadi lebih efektif. Jawaban satu-satunya adalah pelatihan dan kepemimpinan dan pertanyaannya dari mana itu berasal," ujar Jones. [hd]