Sebagai pengganti budaya ini, perempuan kini memanfaatkan keterampilan baru - seperti kemampuan mendengarkan, atau memberi perhatian kepada kelompok yang menurut mereka tidak cukup mendapat perhatian dari pengusaha.
"Saya ingin menjadi pemimpin seperti ibu saya. Seseorang yang memiliki kinerja baik dalam pekerjaan dan juga dalam mengurus keluarga, membesarkan lima anak," kata Ha Thu Thanh, kepala perusahaan akuntan publiki Deloitte Vietnam.
BACA JUGA: #KuToo: Perempuan Jepang Tolak Sepatu Hak TinggiPendiri Forkast News, Angie Lau, mengatakan ada keterampilan tertentu yang biasanya dikaitkan dengan perempuan, tetapi ketrampilan itu juga harus dianjurkan untuk pria.
“Para perempuan di sini mempunyai keterampilan yang mutlak diperlukan untuk perekonomian masa depan - empati, kerentanan, kepekaan, kasih sayang, kebaikan, kemampuan mendengarkan,” katanya pada konferensi perempuan Forbes di kota Ho Chi Minh. "Ini adalah keterampilan yang belum tentu kita miliki sejak lahir, tetapi sebenarnya didorong dan dipupuk untuk wanita."
Kerentanan dan kebaikan bukanlah wahana yang jelas dalam karier seseorang untuk maju. Tetapi kondisi itu bisa menjadi produk sejarah yang sudah ketinggalan zaman: Sebagian besar budaya kantor mulai dibentuk beberapa dasawarsa lalu, sewaktu perempuan dihalangi mengembangkan profesi tertentu, sehingga memberi peluang pria untuk membentuk budaya itu.
BACA JUGA: Pertama Kali di Asia, Tim Wasit Perempuan Pimpin Laga Sepak Bola PutraLau mencatat baik perempuan maupun laki-laki telah disosialisasikan untuk percaya bahwa mereka secara alami memiliki sifat yang berbeda, bahwa satu jenis kelamin lebih berkuasa, atau yang lain lebih emosional. Jadi dengan laki-laki yang sudah memimpin begitu lama, tidak mengherankan bahwa kantor-kantor lebih mendukung sifat-sifat yang dianggap maskulin, seperti memenangkan persaingan sampai membual kalau meraih kemenangan.
Perempuan menantang ide-ide lama tentang pemahaman sukses dalam profesi. Alih-alih dari hanya sekadar menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, mereka justru mengubah lingkungan itu guna melibatkan mereka, sehingga lingkungan itu juga menghargai perangkat keterampilan yang lebih luas.
"Tujuan kami bukan untuk membandingkan diri kami dengan laki-laki, bukan untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk," kata Amanda Rasmussen, Kepala operating officer ITL Corp, perusahaan logistik di Vietnam.
"Manfaatkanlah hal-hal yang membuat Anda unik, apakah itu berupa sikap kolaboratif, empati atau kemampuan untuk bersikap tegas atau kemampuan untuk peduli terhadap orang-orang di sekitar Anda.”
Ketika perempuan harus berani untuk angkat bicara, laki-laki juga harus menyadari bahwa mereka acapkali mengabaikan perempuan dalam rapat dan sudah waktunya mereka membela kaum Hawa, demikian tulis rector perguruan tinggi Barbara Stocking di dalam sebuah kolom opini Financial Times. [ps/jm]