Pemerintah dinilai perlu meredefinisi arti “pahlawan” pada era sekarang ini setelah terjadi pergesertan makna pahlawan, setidaknya di kalangan generasi millenial.
Sejarawan Bondan Kanumoyoso mengatakan bagi generasi millenial, pahlawan bukan hanya seseorang yang berperang di masa lalu dengan bambu runcing untuk merebut kemerdekaan, tetapi jauh lebih luas dari itu.
"Generasi sekarang itu cakupan permasalahan yang mereka hadapi jauh lebih luas, musuh itu gak berupa kongkrit ancaman yang datang dari luar atau mengganggu kedaulatan RI. Permasalahan itu sudah melingkupi hampir semua aspek kehidupan, tadi kita dengar ada macam-macam hal yang dibicarakan ,mulai dari isu tenaga kerja , sampai masalah lingkungan hidup, hampir semua hal yang ada dalam kehidupan ini memiliki permasalahannya masing-masing dan menuntut adanya satu tindakan ataupun satu perbuatan untuk memperbaiki dampak-dampak negatif dari semua itu, dan itu kira yang saya sebut sebagai pahlawan," kata Bondan.
Hal itu diungkapkan Bondan dalam acara Ngobrolin Indonesia Vol.IV “Superheroes: Inspirasi Kepahlawanan di Tengah Kemajemukan Indonesia, di KAUM Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, (10/11).
Lebih lanjut, Bondan menjelaskan bahwa definisi baru akan pahlawan ini penting karena pahlawan baru terus bermunculan di berbagai bidang, yang berkontribusi bagi Indonesia. Mereka tidak harus selalu disebut sebagai pahlawan nasional, tetapi terkait apa kontribusi bagi kemajuan Indonesia di masa sekarang, masa yang akan datang dan seterusnya, sehingga nantinya makna dari pahlawan itu sendiri selalu relevan dari setiap generasi ke generasi lainnya.
"Apakah kita akan menjadikan ini suatu proyek nasional, dalam artian pahlawan harus diresmikan menjadi pahlawan nasional atau kita membuat satu mekanisme yang membuat suatu penghargaan pada seseorang yang mempunyai jasa dibidangnya masing-masing itu sebagai pahlawannya kita. Kan gak perlu semuanya jadi pahlawan nasional, dalam pengertian yang kita pahami selama ini, tetapi bisa saja pahlawan itu bentuknya macam-macam, pahlawan lingkungan hidup, pahlawan tenaga kerja , pahlawan sosial, pahlawan di bidang seni, bidang teknologi, yang mungkin dulu tidak terpikirkan tetapi kategori itu kan bisa kita ciptakan dan penghargaan itu bisa kita berikan," jelasnya.
Buruh Migran Juga Layak Disebut Pahlawan
Dalam kesempatan yang sama, mantan buruh migran yang juga aktivis Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) Ren Anggun mengatakan gelar pahlawan juga bisa disematkan kepada teman-teman pekerja migran yang saat ini bekerja di luar negeri. “Betapa tidak, para pekerja migran ini merupakan sumber devisa terbesar kedua bagi Indonesia setelah sektor Migas,” yang sayangnya ujar Ren, masih belum mendapat perlindungan maksimal.
Masih banyak buruh migran, kata Ren yang belum mendapatkan hak-haknya, serta justru didiskriminasi. Belum lagi pengorbanan dari teman-teman buruh migran yang harus jauh dari keluarga dalam waktu yang lama demi untuk mendapatkan penghasilan yang layak, yang seringkali luput dari perhatian.
"Sebetulnya pahlawan devisa, kita gak menginginkan julukan kami ini pahlawan devisa. Sebetulnya bukan itu, yang utama kami inginkan adalah bagaimana pemerintah Indonesia itu benar-benar secara serius menangani kasus-kasus buruh migran di seluruh luar negeri. Bagaimana menghentikan kasus human trafficking yang ada di NTT. Bagaimana menyelamatkan teman-teman buruh migran dari hukuman mati saat ini, jangan sampai lagi pemerintah kecolongan terhadap kasus-kasus buruh migran yang ada di luar negeri," lanjut Ren.
Your browser doesn’t support HTML5
"Kami sebetulnya tidak bangga, oh kami ini pahlawan devisa, tapi perlindungannya mana? Karena kami itu sumbang negara itu sangat besar, yang kami inginkan adalah bagaimana perlindungan buruh migran itu diterapkan, kalaupun sudah ada UU, jalankanlah UU itu, ada UU nya tapi tidak pernah diterapkan," imbuhnya.
Pahlawan Lingkungan, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Lain lagi dengan Gita Syahrani, Direktur Eksekutif Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari, yang memandang banyak pahlawan lingkungan di setiap daerah di Indonesia yang berjuang untuk melestarikan lingkungan sekitarnya demi Indonesia yang lebih lestari. Banyaknya pembalakan dan pembakaran hutan di Indonesia saat ini, kata Gita, tentu menimbulkan pertanyaan apakah generasi selanjutnya dapat menikmati lingkungan yang masih terjaga dengan baik ataukah generasi di masa depan itu tidak bisa menikmati hal tersebut sama sekali.
"Buat saya Indonesia yang lestari itu bukan hanya Indonesia yang hutannya terjaga, tapi manusianya juga berdaya. Kabupaten Sigi adalah kabupaten tanpa konsesi. Semua tanah dikuasai oleh masyarakatnya, masyarakatnya disana bercocok tanam, menjual komoditas dan memperjuangkan hak masyarakat adat lewat lewat perhutanan sosial dan reforma agrarian. Itu yang menjadi pahlawan buat saya," kata Gita.
Oleh karena itu Gita mengajak warga masyarakat untuk senantiasa menjaga lingkungan sekitarnya masing-masing, agar tetap terjaga. Dengan begitu, masyarakat sendiri yang menjaga serta melestarikan lingkungan tersebut sebenarnya merupakan pahlawan bagi generasi-generasi penerus bangsa. [gi/em]