Suara ledakan keras terdengar dan asap mengepul diatas stadion nasional di ibukota negara bagian Shan di Myanmar. Itu adalah bagian dari peringatan yang diadakan oleh Tentara Negara Bagian Bersatu atau UWSA bulan lalu, untuk merayakan pemerintahan otonomi mereka.
Perayaan itu diadakan untuk memperingati tergulingnya para pemimpin partai komunis Burma dalam kudeta bulan April tahun 1989, yang disusul dengan pembentukan tentara Negara Bagian Bersatu, dan dicapainya gencatan senjata dengan tentara Burma yang ditandatangani sebulan kemudian.
Sekitar 18 kelompok etnis diikutkan dalam pertunjukan yang diatur oleh tentara dan dihadiri oleh kelompok-kelompok etnis bersenjata lainnya dalam perayaan yang berlangsung tiga hari.
Kata Bauk Doi, penari suku Kachin dan bekas tentara Partai Komunis yang berumur 60 tahun, banyak perubahan telah terjadi di kawasan pegunungan yang sulit dicapai itu.
“Dulu, ketika saya masih tinggal di negara bagian Wa, anak-anak dan orang dewasa bahkan tidak tahu bagaimana mengenakan pakaian. Saya mengajari mereka tentang hal itu. Mereka tinggal dalam gubuk-gubuk bambu yang ringkih, tapi kini, 30 tahun kemudian, tampak banyak kemajuan.”
Your browser doesn’t support HTML5
Kebanyakan pembangunan itu datang dari China. Ini dikatakan oleh utusan khusus China Sun Guoxiang, yang ikut menghadiri pawai dan pesta peringatan itu.
Kendati tentara UWSA yang dibantu China itu tidak terlibat langsung dalam perundingan damai, mereka ikut duduk sebagai ketua Komite Konsultatif dan Perundingan Federal.
Tujuh organisasi etnis ikut dalam komite itu, termasuk Liga Arakan yang aktif di negara bagian Rakhine, yang sadar akan kuatnya pengaruh China di kawasan itu.
“China adalah kekuatan besar, yang punya pengaruh besar khususnya dalam bidang investasi, politik dan ekonomi,” katanya.
Aung san Suu Kyi dan panglima militer Burma, Min Aung Hlaing tidak menghadiri perayaan, walaupun Menteri Persatuan U Thein Swe membacakan pernyataan atas nama Pusat Perdamaian dan Rekonsiliasi Nasional.
Walaupun mengakui keberhasilan perdamaian dan stabilitas di kawasan khusus, pernyataan itu juga mencerminkan kehendak pemerintah supaya semua kelompok etnis menandatangani perjanjian gencatan senjata, yang menekankan pentingnya persatuan daripada otonomi.
Isi perjanjian gencatan senjata itu telah mengakibatkan beberapa kelompok etnis bersenjata yang kuat tidak mau ikut dalam perundingan yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini. (ii)