Kampanye Hari Primata oleh para aktivis dan relawan Profauna Indonesia dilakukan di kawasan Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (26/1/2020).
Juru Kampanye Profauna Indonesia Erik Yanuar mengatakan, melalui kampanye dan peringatan Hari Primata, diharapkan semakin banyak masyarakat memahami dan menyadari pentingnya perlindungan bagi satwa liar, termasuk primata.
BACA JUGA: Pembalakan Kayu Hutan Lindung Malang Selatan, Gambaran Pembiaran Perusakan LingkunganDalam ekosistem hutam, primata merupakan satwa yang bertugas menjaga keseimbangan ekosistem dan penyebaran benih untuk kelestarian hutan. Perburuan dan perdagangan satwa liar, terutama primata, akan mengancam kelestarian ekosistem hutan.
“Harapannya semakin banyak masyarakat yang menyuarakan tentang Hari Primata ini, dan semakin banyak masyarakat yang teredukasi, sehingga minimal mereka mengetahui bahwa primata di Indonesia ini juga berhak dilindungi," ujar Erik Yanuar.
Selama 2019, Profauna Indonesia mencatat 27 kasus perdagangan primata di Indonesia. Angka ini tidak menggambarkan kondisi sebenarnya, karena tidak semua kasus perburuan dan perdagangan satwa dilaporkan atau terungkap.
Erik Yanuar berharap, kampanye dan edukasi ini dapat mengajak semakin banyak orang untuk melawan perdagangan satwa liar.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kasus-kasus seperti ini menjadi alarm ya. Artinya ini juga harus diperhatikan, walaupun hanya 27 kasus ini yang diketahui. Belum kasus-kasus yang tidak diketahui," kata Erik.
Profauna, imbuh Erik, berharap kasus perburuan dan perdagangan satwa pada 2020 bisa menurun.
Erik mengungkapkan, dari sekian banyak jenis primata yang ada di Indonesia, primata jeniskukang jawa (Nycticebus javanicus), lutung jawa (Trachypitecus auratus), surili (Presbytis comate), owa jawa (Hylobates moloch), serta yaki (Macaca nigra), merupakan primata yang paling banyak diburu dan diperjualbelikan.
Maraknya perdagangan satwa tidak lepas dari masih tingginya permintaan masyarakat, termasuk kebutuhan kelompok yang menyebut diri sebagai pencinta satwa. Erik berharap masyarakat pencinta satwa memiliki kesadaran yang sama, bahwa satwa liar tidak harus dipelihara untuk menunjukkan kecintaan pada satwa. Kecintaan terhadap satwa dapat ditunjukkan dengan ikut menjaga hutan dari kerusakan dan perburuan, karena satwa liar seharusya tinggal di alam liar.
BACA JUGA: Menjaga Benteng Terakhir Badak SumateraMenurut Erik, banyak pencinta satwa memelihara primata dengan alasan hutan sudah habis. Padahal, mereka mengetahui bahwa primata dan satwa seharusnya berada di alam bebas.
“Itu yang kita gencarkan, memberikan mereka pemahaman. Jadi bukan karena hutan habis kemudian satwanya dipelihara di rumah, bukan seperti itu. Justru kita malah harus berjuang untuk mempertahankan rumahnya atau hutan itu sendiri sebagai habitat satwa,” ujar Erik.
Sementara itu, warga Surabaya yang juga pemerhati masalah lingkungan, Wirawan Prabowo mengatakan, pemerintah seharusnya dapat lebih meningkatkan penjagaan dan pengawasan di hutan, agar satwa liar di alam tidak terus menerus diburu dan diperdagangkan.
Wirawan mencontohkan pengawasan di Taman Huta Rakyat (Tahura) di Gunung Arjuno. Menurutnya personel polisi hutan di kawasan itu masih kurang.
BACA JUGA: Thailand Pulangkan Orangutan ke Indonesia“Aku menganggapnya masih kurang ketat. Masih kurang serius gitu ya. Kenapa pemerintah kok tidak mampu, yang mampu kok malah LSM-LSM. LSM sendiri yang bergerak kok pemerintah enggak," ujar Wirawan sembari menambahkan pemerinth bisa dibantu oleh LSM untuk lebih baik lagi. [pr/ka/ft]