Empat kota di Indonesia yang dipilih Badan Kesehatan Dunia atau WHO untuk memperingati hari jadinya yang ke-75, yaitu Jakarta, Makassar, Kupang dan Banda Aceh, memiliki kekhasan dan isu kesehatan tertentu yang memang sedang disoroti badan PBB tersebut. Khusus di Banda Aceh misalnya, siapa yang menyangka jika daerah yang kaya sumber daya alam ini ternyata masih mengalami “Kejadian Luar Biasa” (KLB) polio pada Oktober 2022 hingga Januari 2023.
Diwawancara VOA hari Selasa (19/9), Kepala Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Aceh Dr. Sulasmi mengatakan, “Aceh mengalami kendala di imunisasi. Capaian imunisasi dasar lengkap Aceh itu paling rendah se-Indonesia. Masih banyak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya untuk diimunisasi, atau tidak mau anaknya diimunisasi. Hal ini membuat WHO harus melakukan intervensi dengan menempatkan technical officer khusus untuk imunisasi. Ada orang tua yang tidak ingin terganggu tidurnya karena imunisasi membuat anak jadi rewel dan demam."
"(Alasan tidak mau hanya karena takut terganggu atau ada stigma lain? Misalnya saya dengar ada yang khawatir anaknya jadi tidak dapat memiliki keturunan atau mandul?) Wah hoaksnya banyak sekali. Ada yang menanyakan ‘kita dikasih apa ini?’ Belum lagi isu halal-haram. Banyak sekali tantangan dalam soal imunisasi di Aceh. Jadi kalau ada tim imunisasi datang ke sekolah misalnya, untuk menjangkau lebih banyak anak, guru-guru tutup pintu,” lanjutnya.
Technical Officer WHO Indonesia Dieter Eckhart menyoroti hal ini ketika datang langsung ke Banda Aceh akhir pekan lalu.
“Kami telah bekerja sama dengan pemerintah Aceh untuk meningkatkan gizi anak, imunisasi dan surveilans, serta memberantas penyakit malaria. Dalam hal imunisasi, kami bekerjasama dengan otoritas kesehatan untuk mengatasi penyakit polio yang mengerikan. Kita memiliki tanggungjawab untuk melakukan imunisasi pada semua anak dan menutup kesenjangan imuniasi guna mencegah terjadinya wabah penyakit di masa depan.”
Kerap Dilanda Hoaks, Aceh Jadi Daerah dengan Tingkat Imunisasi Terendah
Dalam wawancara dengan VOA beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikit mengakui masih ada lima persen atau sekitar 240.000 anak Indonesia yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap, dan berpotensi mengidap penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi.
Bali adalah provinsi dengan tingkat imunisasi dasar lengkap tertinggi di Indonesia, yang mencapai 81,69 persen. Sementara Aceh adalah daerah dengan tingkat imunisasi dasar lengkap terendah, yaitu hanya 38,19 persen.
Tak heran jika Technical Officer WHO Indonesia Dieter Eckhart menggunakan kesempatan peringatan HUT WHO ke-75 di ibu kota Banda Aceh untuk mengajak semua orang tua memeriksa buku “Kesehatan Ibu dan Anak” dan segera mendapatkan imunisasi yang terlewat bagi anak mereka.
Dr. Sulasmi mengatakan pihaknya telah melakukan komunikasi dan sosialisasi intensif dengan tokoh agama dan masyarakat untuk menepis semua berita hoaks terkait imunisasi. Tetapi ini bukan pekerjaan mudah.
“Ketika terjadi KLB polio di Pidie, baru orang-orang yang selama ini menolak anaknya diimunisasi tersadar karena mereka tahu polio membuat anak jadi cacat. Tapi khan kasihan sekali jika kesadaran baru muncul setelah terjadi hal seperti ini,” jelasnya.
Intervensi Sensitif Lintas Sektoral Mutlak Dilakukan
Lebih jauh Dr. Sulasmi mengatakan dalam dialog intensif yang dilakukan secara berkala dengan WHO, disadari perlunya “intervensi sensitif” untuk mengatasi rendahnya cakupan imunisasi di Aceh, yang lintas sektoral dan lintas program.
Your browser doesn’t support HTML5
“Ada intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Data di Kementerian Kesehatan menunjukkan intervensi spesifik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan hanya memiliki daya ungkit 30 persen. Jadi kita pontang-panting bekerja, cakupan imunisasi tetap hanya 30 persen. Tetapi ketika dilakukan intervensi sensitif yang dilakukan lewat program Keluarga Berencana, PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat), Kementerian Pertanian, Dirjen Peternakan dll – membuat daya ungkit melesat menjadi 70 persen," sebutnya.
BACA JUGA: IDAI: Masih Banyak Orang Tua di Aceh Enggan Anaknya Diimunisasi Polio"Kolaborasi lintas sektor dan lintas program ini sudah jadi satu keharusan, tidak bisa sendiri-sendiri. Kalau Kementerian PUPR buat rumah untuk warga, harus menolak ketika warga bilang ‘kami dibuatkan tambahan kamar saja, tidak perlu WC.’ Nah bagaimana mungkin? Buat air sembarangan, bukan di jamban, menimbulkan penyakit. Percuma kita tingkatkan gizi, tapi tidak menjaga kebersihan. Anak tetap akan diare dan akhirnya gizi yang diberikan terbuang percuma. Semua lintas sektoral dan program harus seia sekata, tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” imbuhnya.
Di hari jadinya WHO menggarisbawahi perlunya upaya terus menerus untuk meningkatkan cakupan gizi, imunisasi dan pengawasan penyakit di seluruh Indonesia. Sementara khusus di Aceh, WHO bertekad memberikan dukungan teknis untuk meningkatkan cakupan imunisasi, deteksi dini dan pengobatan penyakit malaria, dan melipatgandakan strategi komprehensif untuk mencegah penyakit kaki gajah atau filariasis, seperti kerja sama dengan Kabupaten Aceh Jaya yang berhasil mengadopsi metode eliminasi yang dipercepat. [em/jm]