Peringkat AS dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia Merosot

  • Isa Ismail

Dari kiri ke kanan: Editor Washington Post Bob Woodward, mantan wartawan Washington Post Bob Carl Bernstein dan Presiden Asosiasi Koresponden Gedung Putih, Jeff Mason, pada acara jamuan makan malam di Washington, 29 April 2017.

Amerika turun ke peringkat 45 dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2018 yang dihimpun oleh perkumpulan Reporters Without Borders, atau Wartawan Tanpa Tapal Batas.

Menurut penilaian kelompok Wartawan Tanpa Tapal Batas itu, semakin banyak pemimpin dunia yang terpilih secara demokratis tidak lagi menganggap media sebagai pendukung sistem demokrasi yang penting.

Amerika, negara yang punya Amandemen Pertama yang menjamin kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, turun dua peringkat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, ke nomor 45.

Pernyataan Reporters Without Borders yang dikeluarkan Rabu (25/4) menyebut Trump sebagai “orang yang gemar menghantam media” dan menyebut wartawan sebagai “musuh rakyat”, istilah yang pernah digunakan oleh mendiang pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin.

Kanada, sebaliknya naik dua peringkat ke nomor 18, karena langkah-langkah yang diambilnya untuk menjamin kerahasiaan sumber-sumber berita yang digunakan oleh wartawan.

Menurut Reporters Without Borders, Presiden Trump berusaha melarang sejumlah wakil media untuk masuk ke Gedung Putih. Ia juga secara rutin menggunakan istilah “fake news” atau berita palsu untuk menyebut media yang menulis laporan yang kritis tentang pemerintahannya.

Presiden Amerika itu juga dituduh oleh Reporters Without Borders menyerukan pencabutan izin siaran beberapa media televisi.

Retorika antimedia yang dilancarkan Gedung Putih, bersamaan dengan bertambahnya jumlah pelanggaran kebebasan pers pada tingkat lokal, membuat wartawan berisiko ditangkap karena meliput aksi-aksi demonstrasi, atau bahkan karena mengajukan pertanyaan kepada para pejabat.

Para wartawan di kantor Rappler di Pasig, Metro Manila, Filipina, 15 Januari 2018.

Di Filipina, kata kelompok pemantau kegiatan wartawan itu, garis yang memisahkan “kekerasan lisan” dan “kekerasan fisik” semakin kabur. Filipina turun enam peringkat menjadi nomor 133, karena Presiden Rodrigo Duterte tidak hanya terus menerus menghina wartawan, tapi bahkan memperingatkan bahwa mereka “tidak dikecualikan dari pembunuhan.”

Indeks kebebasan pers untuk India juga turun dua tingkat menjadi nomor 138, karena ucapan-ucapan kebencian yang dituduhkan pada wartawan dan diperkuat oleh jaringan media sosial, seringkali dilakukan oleh “orang-orang bayaran Perdana Menteri Narendra Modi”. Di Filipina dan India, sedikitnya delapan orang wartawan ditembak mati dalam waktu satu tahun terakhir, kata Reporters without Borders.

Berada pada peringkat paling atas atau paling baik adalah Norwegia, untuk tahun kedua berturut-turut, disusul oleh Swedia. Korea Utara berada pada urutan paling bawah, nomor 180.Singapura di peringkat 151, Malaysia 145, Timor Leste nomor 95. Indonesia berada pada urutan ke-124, dibawah Chad, Gambia dan Angola. [ii]