Kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Papua Nugini untuk menghadiri KTT Forum AS-Kepulauan Pasifik membawa misi Presiden Joe Biden di negara-negara Kepulauan Pasifik untuk menanggapi pengaruh China yang semakin kuat di wilayah tersebut. Di Port Moresby, Blinken menandatangani kerja sama pertahanan dan perjanjian maritim dengan Papua Nugini.
Pakta baru itu akan memberikan akses vital ke perairan negara Kepulauan Pasifik kepada AS. Hal ini memicu perdebatan publik tentang apakah kehadiran Penjaga Pantai AS akan mengganggu keamanan nasional Papua Nugini.
Selama KTT, mahasiswa di University of Papua New Guinea dan University of Technology melakukan protes untuk menentang Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang diusulkan. Mereka menyuarakan keprihatinan mereka dan menuntut agar perjanjian itu transparan dan terbuka untuk publik sebelum ditandatangani. Sekretaris Papua Nugini menyatakan bahwa perjanjian tersebut diperiksa oleh parlemen dan Pengacara Negara sebelum ditandatangani dan akan segera dibagikan kepada publik.
Pada konferensi pers gabungan di KTT Forum Kepulauan Pasifik AS, Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape mengatakan penandatanganan perjanjian keamanan tidak akan menghalangi hubungan bilateral dengan negara lain seperti yang tertulis di draf yang bocor ke publik sebelum kesepakatan ditandatangani.
“[Perjanjian] ini tidak akan mempengaruhi hubungan Papua Nugini dengan negara lain yang yang punya hubungan perdagangan dengan kita, baik itu hubungan militer atau antar pemerintah. [Perjanjian] ini tidak mempengaruhi hubungan dengan China, Australia, Inggris, Jepang atau India, atau negara lain mana pun. Perjanjian ini tidak akan menghentikan kami untuk melanjutkan bisnis," kata Marape.
Menanggapi pertanyaan wartawan tentang pentingnya melawan pengaruh Beijing yang meningkat di kawasan, Menteri Luar Negeri AS mengatakan, “Kami menyambut baik kontribusi negara lain, termasuk Republik Rakyat China, untuk pembangunan kawasan, selama mereka mematuhi standar tertinggi, termasuk di bidang seperti transparansi dan supremasi hukum.”
Blinken menambahkan, “Kalau kita semua akan terlibat sebagai mitra di kawasan, ya, kalau akan ada perlombaan, maka berlombalah menjadi yang terbaik. Itu tujuan kami. Dan kami hanya ingin melihat siapa pun yang terlibat, terlibat untuk memajukan visi bersama Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.”
Untuk meningkatkan kehadiran AS di Kepulauan Pasifik, AS juga membuka kedutaan besar di Kepulauan Solomon, dan Tonga tahun ini dan sedang berdiskusi untuk membuka kedutaan besar di Kiribati dan Vanuatu.
Sebuah dokumen Departemen Luar Negeri AS mencatat bahwa sejak September 2022, Relawan Peace Corps telah kembali ke wilayah Pasifik dan sekarang berada di Fiji, Samoa, dan Tonga, dan akan kembali ke Vanuatu akhir tahun ini. Peace Corps juga mempertimbangkan pembentukan kembali operasi di Kepulauan Solomon, Palau, dan Negara Federasi Mikronesia.
Pembicaraan meja bundar dengan para pemimpin Kepulauan Pasifik juga fokus untuk mengatasi perubahan iklim. Baru-baru ini, badai besar dan kenaikan permukaan laut melanda negara-negara Kepulauan Pasifik. Sejauh ini, USAID telah membantu negara-negara Kepulauan Pasifik mendapatkan dana lebih dari $500 juta dari organisasi internasional seperti Green Climate Fund (GCF), Adaptation Fund, dan Global Environment Facility. Ada rencana untuk mengembangkan infrastruktur energi, fisik, digital, kesehatan, dan tahan iklim yang berkualitas dan berkelanjutan di kawasan itu.
Perdana Menteri Kepulauan Cook, Mark Brown berkata, “Saya sangat optimitis dengan hasil baru-baru ini dari KTT Pemimpin G7, yang mencakup pengakuan dan dukungan atas strategi 2050 kami untuk benua Pasifik Biru, dan beberapa prioritas kawasan penting lainnya seperti restrukturisasi utang dan reformasi sistem keuangan.”
Benua Pasifik Biru 2050 mengakui wilayah Pulau Pasifik sebagai entitas yang memiliki geografi, budaya, dan tantangan yang terhubung. Hal ini juga merupakan cetak biru komprehensif untuk memajukan negara-negara Kepulauan Pasifik selama 30 tahun ke depan. [dw/hj]