Rekomendasi panel pemerintah AS yang menyarankan agar pria berhenti menjalani tes rutin untuk mendeteksi kanker prostat, telah menimbulkan kontroversi di komunitas medis.
Alasan di balik rekomendasi baru itu adalah pengobatan kanker tersebut mungkin lebih besar bahayanya daripada manfaatnya bagi pria sehat.
Selama bertahun-tahun, pria di atas usia 40 diberitahu agar melakukan tes darah sederhana untuk melihat apakah mereka terkena kanker prostat. Setelah kanker paru-paru, kanker prostat adalah pembunuh paling umum di kalangan pria Amerika.
Namun, sekarang sebuah gugus tugas pemerintah AS tidak menyarankannya dilakukan tes rutin pemeriksaan kanker prostat. Dr. Virginia Moyer, pemimpin gugus tugas itu mengatakan, "Hampir dua pertiga pria yang lebih tua terkena kanker prostat, namun sebagian besar dari mereka tidak pernah bermasalah karena penyakit itu dalam hidup mereka."
Gugus tugas itu menilik dua penelitian besar sebelum menyimpulkan bahwa resiko berbahaya dalam mengobati kanker yang diungkapkan tes Prostate-Specific Antigen (PSA) dapat lebih besar daripada manfaatnya. Efek samping umum pasca perawatan termasuk impotensi dan ketidakmampuan menahan kencing. Tapi beberapa dokter mengemukakan resiko lain yang lebih serius.
Dr. Otis Brawley dari American Cancer Society mengatakan, "Saya sebenarnya berpikir bahwa impotensi dan ketidakmampuan menahan kencing adalah beberapa efek samping yang ringan. Beberapa pasien benar-benar akan mengalami masalah yang signifikan seperti emboli paru, serangan jantung."
Tapi banyak dokter tidak setuju. Dalam situs internetnya, American Urological Association memuat pernyataan kemarahan atas rekomendasi gugus tugas tersebut, terutama karena tes PSA itu adalah satu-satunya tes kanker prostat yang tersedia secara luas.
Salah seorang pakar urologi terkenal, Dr. Deepak Kapoor, berbicara kepada VOA lewat Skype. Ia mengatakan, "Dalam era pengujian PSA, yang telah ada selama 20 tahun terakhir, angka kematian akibat kanker prostat telah turun sampai 38 persen."
Berkat tes PSA, kata Dr. Kapoor, jenis kanker prostat yang paling agresif dapat didiagnosa sebelum menyebar, dan jumlah pasien yang hidup sedikitnya 10 tahun setelah diagnosa berada dalam tingkat tertinggi.
Dr. Deepak Kapoor mengatakan, "Saya sangat prihatin jika kita mengurangi pemeriksaan kanker prostat, dan kita tidak dapat lagi mendeteksi kanker pada tahap yang paling dapat disembuhkan, maka kita akan mengalami bencana kesehatan masyarakat."
Namun yang paling sering menyarankan tes PSA adalah dokter umum, bukan dokter urologi. Studi menunjukkan tes PSA dapat menunjukkan hasil positif palsu. Dan setelah kanker terdeteksi, beberapa orang dapat menunggu dan melihat apakah - atau seberapa cepat - kanker akan tumbuh.
Dr Daniel Merenstein dari Georgetown University Medical Center mengatakan studi menunjukkan bahwa tes itu bukanlah tes yang baik.
Dr Daniel Merenstein mengatakan, "Sayang sekali kita tidak punya tes yang lebih baik. Kita perlu berhenti menyia-nyiakan sumber daya untuk tes yang kita tahu tidak cukup baik."
Menurut Dr. Merenstein, dirinya sendiri tidak berencana menjalani tes rutin PSA, tapi keputusan untuk menjalani tes itu sangat individual dan sebaiknya dibuat setelah berkonsultasi dengan dokter yang dipercaya.
Selama bertahun-tahun, pria di atas usia 40 diberitahu agar melakukan tes darah sederhana untuk melihat apakah mereka terkena kanker prostat. Setelah kanker paru-paru, kanker prostat adalah pembunuh paling umum di kalangan pria Amerika.
Namun, sekarang sebuah gugus tugas pemerintah AS tidak menyarankannya dilakukan tes rutin pemeriksaan kanker prostat. Dr. Virginia Moyer, pemimpin gugus tugas itu mengatakan, "Hampir dua pertiga pria yang lebih tua terkena kanker prostat, namun sebagian besar dari mereka tidak pernah bermasalah karena penyakit itu dalam hidup mereka."
Gugus tugas itu menilik dua penelitian besar sebelum menyimpulkan bahwa resiko berbahaya dalam mengobati kanker yang diungkapkan tes Prostate-Specific Antigen (PSA) dapat lebih besar daripada manfaatnya. Efek samping umum pasca perawatan termasuk impotensi dan ketidakmampuan menahan kencing. Tapi beberapa dokter mengemukakan resiko lain yang lebih serius.
Dr. Otis Brawley dari American Cancer Society mengatakan, "Saya sebenarnya berpikir bahwa impotensi dan ketidakmampuan menahan kencing adalah beberapa efek samping yang ringan. Beberapa pasien benar-benar akan mengalami masalah yang signifikan seperti emboli paru, serangan jantung."
Tapi banyak dokter tidak setuju. Dalam situs internetnya, American Urological Association memuat pernyataan kemarahan atas rekomendasi gugus tugas tersebut, terutama karena tes PSA itu adalah satu-satunya tes kanker prostat yang tersedia secara luas.
Salah seorang pakar urologi terkenal, Dr. Deepak Kapoor, berbicara kepada VOA lewat Skype. Ia mengatakan, "Dalam era pengujian PSA, yang telah ada selama 20 tahun terakhir, angka kematian akibat kanker prostat telah turun sampai 38 persen."
Berkat tes PSA, kata Dr. Kapoor, jenis kanker prostat yang paling agresif dapat didiagnosa sebelum menyebar, dan jumlah pasien yang hidup sedikitnya 10 tahun setelah diagnosa berada dalam tingkat tertinggi.
Dr. Deepak Kapoor mengatakan, "Saya sangat prihatin jika kita mengurangi pemeriksaan kanker prostat, dan kita tidak dapat lagi mendeteksi kanker pada tahap yang paling dapat disembuhkan, maka kita akan mengalami bencana kesehatan masyarakat."
Namun yang paling sering menyarankan tes PSA adalah dokter umum, bukan dokter urologi. Studi menunjukkan tes PSA dapat menunjukkan hasil positif palsu. Dan setelah kanker terdeteksi, beberapa orang dapat menunggu dan melihat apakah - atau seberapa cepat - kanker akan tumbuh.
Dr Daniel Merenstein dari Georgetown University Medical Center mengatakan studi menunjukkan bahwa tes itu bukanlah tes yang baik.
Dr Daniel Merenstein mengatakan, "Sayang sekali kita tidak punya tes yang lebih baik. Kita perlu berhenti menyia-nyiakan sumber daya untuk tes yang kita tahu tidak cukup baik."
Menurut Dr. Merenstein, dirinya sendiri tidak berencana menjalani tes rutin PSA, tapi keputusan untuk menjalani tes itu sangat individual dan sebaiknya dibuat setelah berkonsultasi dengan dokter yang dipercaya.