Perluas Dominasi, China Andalkan Perang Siber dan Psikologis

  • Jeff Seldin

FILE - China "memandang pengendalian spektrum informasi di medan pertempuran modern sebagai pendorong penting dominasi informasi di awal konflik," menurut laporan Pentagon yang dirilis pada 18 Desember 2024.

China sedang mendorong pengembangan kekuatan tempur utama dunia, yang melampaui kemampuan konvensional dan nuklir. Pejabat Amerika Serikat memperingatkan bahwa Beijing sedang menuangkan sumber-sumber daya mereka ke dalam campuran perang psikologis dan operasi siber.

Tujuan dalam menggunakan apa yang dikenal di Beijing sebagai operasi domain kognitif, atau CDO, adalah untuk memengaruhi cara berpikir dan berperilaku musuh China, menargetkan semua orang mulai dari warga negara biasa hingga pejabat senior.

China "memandang pengendalian spektrum informasi di medan pertempuran modern sebagai pendorong penting dominasi informasi di awal konflik," menurut laporan Pentagon terkait Kekuatan Militer China, yang dirilis Rabu (18/12).

"PLA [Tentara Pembebasan Rakyat China] mungkin bermaksud menggunakan CDO sebagai kemampuan asimetris untuk mencegah masuknya AS atau pihak ketiga ke dalam konflik di masa depan atau sebagai kemampuan ofensif untuk membentuk persepsi atau mempolarisasi masyarakat," katanya. Bagi perwira militer China, "menaklukkan musuh tanpa berperang adalah ranah peperangan tertinggi," imbuhnya.

Laporan Pentagon itu tidak menyebutkan berapa banyak anggaran yang dialokasikan Beijing untuk upaya ini, tetapi mengatakan bahwa PLA telah menghabiskan sebagian dari enam tahun terakhir untuk mencari cara menggabungkan teknologi mutakhir, seperti kecerdasan buatan, dalam upaya menghasilkan deepfake dan materi lainnya untuk menyesatkan publik Amerika Serikat.

Laporan itu juga mengatakan bahwa China telah menugaskan beberapa perusahaan teknologi terkemuka, termasuk Baidu, Alibaba, dan Huawei, untuk menggunakan AI generatif guna menghasilkan audio dan video yang lebih baik, selain teks dan gambar yang lebih meyakinkan.

Keberhasilan dan kegagalan warnai upaya China

Namun, hasil upaya Beijing itu tidak sebagaimana diharapkan.

Pejabat intelijen Amerika Serikat berulang kali menegur China, bersama dengan Rusia dan Iran, karena mencoba menyebarkan operasi pengaruh yang didukung AI menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat pada bulan November.

Namun, beberapa upaya Beijing tersebut digambarkan sebagai 'canggung'.

"Kualitasnya tidak dapat dipercaya seperti yang Anda harapkan," kata seorang pejabat intelijen Amerika saat itu.

Upaya sebelumnya, yang diidentifikasi oleh raksasa teknologi Microsoft, menggambarkan peningkatan kemampuan Beijing untuk menghasilkan "konten yang menarik perhatian," meskipun masih ada pertanyaan tentang jangkauan dan dampak konten tersebut.

Pejabat intelijen Amerika Serikat juga mengatakan bahwa upaya pengaruh Beijing telah terhambat oleh apa yang mereka gambarkan sebagai perjuangan intelijen China untuk memahami kejiwaan Amerika dengan kecanggihan yang sama seperti musuh AS lainnya, seperti Rusia.

China telah berulang kali membantah tuduhan tersebut, menuduh Amerika Serikat memperingatkan pihak-pihak lain atas kesalahan yang dibuatnya sendiri.

"Selama beberapa waktu, pihak Amerika Serikat telah menambal segala macam disinformasi tentang ancaman 'peretas China' untuk melayani tujuan geopolitiknya sendiri," kata Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, kepada VOA melalui email awal bulan ini mengenai tuduhan bahwa kelompok terkait China yang dikenal sebagai Salt Typhoon telah membobol perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat.

"Amerika Serikat perlu menghentikan serangan sibernya sendiri terhadap negara lain dan menahan diri untuk tidak menggunakan keamanan siber untuk mencoreng dan memfitnah China," tambahnya.

Namun, pejabat Amerika Serikat memperingatkan bahwa aspek operasi psikologis dan siber China telah menemui sejumlah keberhasilan yang mengkhawatirkan, terutama eksploitasi kelompok peretas yang dikenal sebagai Volt Typhoon.

Volt Typhoon telah "bekerja untuk menanamkan, menggali infrastruktur kritis kita yang paling sensitif, bukan untuk spionase, melainkan untuk gangguan atau penghancuran jika terjadi krisis besar di Selat Taiwan," kata Jen Easterly, direktur Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Amerika Serikat.

Memicu kepanikan masyarakat

"Ini adalah dunia di mana perang di Asia dapat menimbulkan dampak yang sangat nyata … di seluruh negara kita, dengan serangan terhadap jaringan pipa, terhadap fasilitas air, terhadap simpul transportasi, terhadap komunikasi, semuanya untuk menimbulkan kepanikan masyarakat dan untuk menghalangi kemampuan kita dalam mengerahkan kekuatan militer dan kemauan warga negara," Easterly menambahkan, berbicara pada konferensi siber virtual awal bulan ini.

Direktur CISA mengatakan tim siber Amerika Serikat telah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di sektor swasta untuk mengusir Volt Typhoon dari sistem mereka, tetapi masih ada jalan panjang yang harus ditempuh.

"Kami pikir apa yang telah kami lihat sejauh ini hanyalah puncak gunung es," kata Easterly.

Pejabat Pentagon menyuarakan kekhawatiran tersebut.

“Saya pikir kita mulai melihat lebih banyak penekanan dalam ruang kognitif … tidak hanya terfokus pada para pemimpin kita tetapi juga pada populasi dengan cara yang dapat merusak institusi yang kita miliki tetapi juga sangat, sangat sulit untuk, sejujurnya, mencegah, menghalangi,” kata Christopher Maier, asisten menteri pertahanan untuk operasi khusus dan konflik dengan intensitas rendah.

China dan musuh lainnya seperti Rusia "akan menjadi jauh lebih agresif. Mereka akan mengambil lebih banyak risiko," kata Maier dalam menjawab pertanyaan dari VOA selama acara di Washington pada hari Rabu.

“Mereka akan mencoba memberi pesan kepada populasi kita dengan cara yang, sejujurnya, kita menganggap sama sekali tidak pantas dan mengancam,” katanya.

Namun Maier mendefinisikan apakah taktik seperti itu pada akhirnya akan menghasilkan hasil yang diinginkan.

“Alat informasi paling berguna jika dipasangkan dengan tindakan fisik dan dilakukan dengan cara yang lebih taktis. Itu adalah sesuatu yang dapat dilakukan China dan Rusia,” katanya. "Tetapi efek tersebut cenderung tidak bertahan lama."

Dan katanya, setelah Amerika Serikat mengawasi, China dan negara lain mungkin akan kesulitan untuk mencapai lebih banyak keberhasilan.

"Saya pikir mereka akan melihat peluang untuk mengeksploitasi apa yang mereka anggap sebagai kerentanan," kata Maier, seraya menambahkan, "Saya tidak yakin mereka serentan yang kira mereka." [es/pp]