Rapat konsultasi antara Komisi II DPR, pemerintah dan KPU, Rabu (27/5) memutuskan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 akan dilaksanakan pada Desember tahun ini. Dalam rapat konsultasi yang dilaksanakan secara virtual tersebut juga dinyatakan bahwa tahapan pilkada 2020 akan dilanjutkan pada 15 Juni ini dengan mengikuti protokol kesehatan penanganan Covid-19.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai keputusan itu sangat mengkhawatirkan. Menurutnya keputusan melanjutkan tahapan pilkada di tengah pandemi Covid-19 dengan masa persiapan yang sangat sempit adalah keputusan yang mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara pemilu.
BACA JUGA: Opsi Pilkada 2020 di Tengah Pandemi CoronaDPR, pemerintah dan KPU, lanjutnya, terlihat kurang peduli terhadap kondisi faktual bahwa hingga saat ini jumlah korban yang terinfeksi Covid-19, bahkan korban meninggal terus bertambah.
Pelaksanaan pilkada 2020 yang akan dilaksanakan di 270 daerah lanjutnya belum memiliki kerangka hukum yang sejalan dengan protokol penanganan Covid-19.
Perlu Kerangka Hukum Untuk Laksanakan Pilkada di Tengah Pandemi
Menurutnya Perppu No.2/2020 sama sekali tidak mengatur pelaksanaan pilkada yang menyesuaikan pelaksanaan tahapan yang sesuai dengan protokol penanganan Covid-19. Artinya, pelaksanaan pilkada mesti menggunakan mekanisme normal, sebagaimana diatur di dalam Undang-undang pilkada.
Apabila kesimpulan rapat antara DPR, pemerintah dan KPU meminta pelaksanaan pilkada menggunakan protokol Covid-19, tentu dibutuhkan kerangka hukum yang cukup adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu demokratis.
Untuk menyiapkan ini, lanjut Titi, tentu membutuhkan waktu yang cukup. Sementara keputusan untuk memulai kembali tahapan pilkada pada 15 Juni atau dalam dua minggu lagi, jelas membuat waktu mempersiapkan kerangka hukum untuk melaksanakan pilkada dengan protokol Covid-19 tidak cukup.
Dampak yang ditimbulkan dinilai akan sangat berbahaya, kualitas pilkada bisa menurun dan derajat keterwakilan pemilih menjadi tidak maksimal. Hal ini tambahnya jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan pilkada itu sendiri.
Your browser doesn’t support HTML5
“Meskipun meminta pilkada diselenggarakan sejalan dengan protokol penanganan Covid tetapi banyak hal yang membuat realisasinya akan menghadapi kendala. Pertama, mempersiapkan pilkada dengan protokol penanganan Covid di waktu yang sangat sempit adalah keputusan yang berisiko. Bisa mengancam keselamatan dan kesehatan pemilih Indonesia,” ujar Titi.
KPU Minta Tambahan Anggaran 535 Miliar
Lebih lanjut Titi menjelaskan salah satu konsekuensi melaksanakan pilkada di tengah pandemi Covid-19, KPU meminta tambahan anggaran sebesar 535 milliar rupiah. Untuk proses pembahasan dan penambahan anggaran ini tentu membutuhkan waktu. Belum lagi pengadaan alat pelindung diri dan perangkat lainnya untuk melaksanakan pilkada.
Untuk itu Perludem meminta KPU, pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi keputusannya tersebut. Menurutnya keselamatan dan kesehatan masyarakat harus ditempatkan sebagai prioritas dalam perhelatan pilkada.
KPU : Dengan Menaati Prokol Kesehatan, Pilkada Dapat Laksanakan Desember Nanti
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan menurut data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, hingga 20 Mei terdapat sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota terjangkit Covid-19. Sampai saat ini terdapat dua pasangan calon perorangan untuk pemilihan gubernur dan 156 pasangan calon perorangan di 152 kabupaten/kota.
Menurut Arief, kalau pilkada dilaksanakan pada 9 Desember 2020, maka KPU sudah memulai tahapan-tahapan proses pilkada di bulan Juni. Pada intinya, dia menekankan semua tahapan itu dilakukan dengan menaati protokol kesehatan untuk Covid-19, yakni menjaga jarak, memakai masker, menggunakan cairan pembersih tangan, dan jika memang diperlukan harus dilakukan disinfeksi.
“Bisa saja pendaftaran calon nanti semua dilakukan secara online. Mungkin yang tetap harus datang dan menandatangani berita acara, nanti akan kita batasi hanya pasangan calon dan mungkin dua orang staf. Jadi tidak perlu lagi dengan arak-arakan para pendukungnya,” ujar Arief.
TPS Akan Dilengkapi Logistik Untuk Cegah Penularan Covid-19
Sesuai dengan kebijakan menjaga jarak, kata Arief, nanti akan ada penambahan logistik di Tempat Pemungutan Suara (TPS), seperti cairan pembersih tangan, disinfektan, dan semprotan disinfektan. Jumlah bilik suara di TPS juga akan ditambah dan areal TPS diperluas menjadi 10x11 meter atau 8x13 meter.
Arief memperkirakan pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 ini akan menggunakan lebih dari 150 ribu TPS dengan 105 juta lebih pemilih. Kalau jumlah pemilih per TPS dikurangi dari 800 menjadi 400, konsekuensinya jumlah TPS akan ditambah.
KPU Ajukan Tambahan Anggaran Untuk Alokasi APD
Pelaksanaan pilkada di tengah wabah Covid-19, membuat KPU harus mengalokasikan penambahan logistik berupa alat pelindung diri (APD).
Kebutuhan APD di TPS berupa masker, baju pelindung, sarung tangan, pelindung wajah, tong air, sabun cuci tangan cair, cairan pembersih tangan, tisu, dan cairan disinfektan. Sedangkan kebutuhan APD di panitia pendaftaran pemilih, PPS dan PPK berupa masker, baju pelindung, sarung tangan, dan pelindung wajah. Itulah sebabnya KPU mengajukan tambahan anggaran sebesar hampir 535,9 miliar rupiah.
Arief mengungkapkan dari hasil rapat antara KPU dengan KPUD dari seluruh Indonesia pada 26 Mei 2020 dicapai beberapa kesimpulan, termasuk penambahan anggaran dari pemerintah daerah tidak memungkinkan lagi dan sulit menambah jumlah TPS untuk menerapkan prinsip menjaga jarak.
Hasil Uji Publik : Hanya 5 Orang Setuju Pilkada pada Desember
KPU telah menggelar uji publik atas rancangan Peraturan KPU terkait pilkada serentak 2020. Uji publik ini dilakukan pada 15 Mei dengan melibatkan 33 orang dari beragam lembaga pemangku kepentingan. Hasilnya, lima orang setuju pilkada tetap digelar pada 9 Desember 2020, 12 orang menolak, sepuluh orang sepakat dengan syarat pelaksanaannya mengikuti protokol Covid-19, dan enam orang lainnya tidak memberikan saran atau pendapat.
Arief menjelaskan pendaftaran pasangan calon akan dibuka pada 4-6 September dan KPU akan menetapkan pasangan calon akan bertarung dalam pilkada serentak pada 23 September 2020. KPU sudah menetapkan masa kampanye dilaksanakan selama 71 hari, sejak 26 September hingga 5 Desember 2020. [fw/em]