Paduk tampak sederhana, terdiri atas bidak-bidak pipih hitam dan putih, disebut "batu" dalam bahasa Inggris, dan papan sebagai alas permainan, yang bisa terdiri atas 19 kali 19 baris untuk permainan penuh, atau yang lebih mudah, 13 kali 13 baris, atau bisa juga 9 kali 9 baris yang biasa digunakan untuk latihan anak-anak di taman kanak-kanak.
Dalam bukunya "On China," diplomat kawakan Amerika Henry Kissinger pernah menggunakan permainan itu sebagai analogi strategi China terhadap dunia luar.
Permainan itu dikenal sebagai 'Go' di Jepang, 'Weqi' di China dan 'Baduk' di Korea Selatan. Permainan itu dianggap menantang karena jumlah kemungkinan posisinya yang nyaris tidak terbatas, membutuhkan intuisi dan fleksibilitas.
Korea Utara ingin mempromosikan paduk sebagai budaya lokal, sekaligus membantu anak-anak belajar dan berkembang. Dalam konteks pendidikan, ini menarik karena tidak ada kaitan dengan puja-puji paksa terhadap pemimpin negara itu, yang merupakan bagian penting dari kurikulum sejak usia dini bagi semua orang.
Paduk diajarkan di satu taman kanak-kanak di distrik Pyongyang yang relatif kaya. TK "Mirae" yang berarti "Masa Depan" terletak di dekat pusat kota.
Distrik di tepian Sungai Taedong itu ditata ulang dan tuntas pada 2016, untuk menampung para ilmuwan dan teknisi. Jalan utama yang baru di distrik itu juga dijuluki Jalan Ilmuwan Masa Depan.
Seperti anak-anak umumnya, anak-anak di Korea Utara boleh bermain-main, tetapi etiket kelas sangat ketat. Begitu guru masuk kelas, anak-anak membungkuk dan menyapanya.Tujuan permainan paduk adalah menang dengan mengelilingi dan menguasai bidak lawan. Itu sulit karena ada beragam strategi dan cara untuk menang.
Paduk untuk anak-anak TK dibuat singkat, hanya satu jam setiap siang, dan setiap kontes dibatasi 15 hingga 45 menit.
Di TK Mirae, Choe So Yon, usia lima tahun, telah menunjukkan apa yang digambarkan gurunya, Hong Jong Mi, sebagai keterampilan yang luar biasa. “Anak ini berusia lima tahun dan baru belajar Paduk enam bulan, tetapi dia sudah mencapai tingkat yang jauh lebih baik daripada anak-anak usia enam tahun, yang telah belajar paduk lebih dari setahun. Dia memiliki minat yang sangat luar biasa pada Paduk," jelas Hong Jong Mi.
Di Korea Utara, kemampuan seperti itu dengan cepat dikenali, dan siswa akan didorong untuk mengembangkannya lebih jauh. Choe So Yon mengatakan, "Saya bermain dengan ayah, ibu, dan kakek. Ayah saya selalu saya kalahkan."
Korea Utara mungkin ingin mempromosikan paduk sebagai permainan dari negaranya, tetapi China dan Jepang telah mengklaimnya sebagai permainan turun temurun di negara-negara itu.
Yang penting bagi anak-anak di sekolah yang berfasilitas jauh lebih baik di Pyongyang adalah kesempatan untuk bermain dan menikmati tantangan intelektual dari permainan itu.
Guru Paduk, Hong Jong Mi mengatakan, “Semua orang tahu bahwa anak-anak usia lima dan enam tahun sangat nakal. Pada usia itu, anak-anak sangat senang bermain. Jadi kami mengajarkan Paduk sebagai hal yang menyenangkan untuk dimainkan. Di rumah, orang tua bisa bermain dengan anak-anak pada tahap awal pembelajaran. Begitu anak-anak mencapai tingkat permainan yang lebih tinggi, orang tua tidak mampu lagi bersaing. Pada tahap ini, orang tua harus terus berhubungan dekat dengan taman kanak-kanak, dan secara aktif mendorong dan memuji anak-anak supaya terus tertarik pada paduk. Inilah cara kami mengajar anak-anak."
Program Pangan Dunia PBB menegaskan bahwa kekurangan gizi terus menjadi masalah besar bagi sebagian besar penduduk Korea Utara. Negara itu kini semakin terisolasi karena menerapkan lockdown internasional guna melindungi diri dari virus corona.
Siswa-siswi TK yang pintar di Pyongyang mungkin senang menguji pikiran mereka dengan Paduk, tetapi tidak jelas seperti apa masa depan mereka.[ka/lt]