Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kepastian hukum dan perlindungan hukum penting untuk memberikan kepercayaan diri bagi pihak yang menangani COVID-19. Ini sesuai dengan ketentuan pasal 27 Perppu 1/2020 yang menyebut biaya yang dikeluarkan pelaksana Perpu terkait pandemi COVID-19 bukan merupakan kerugian keuangan negara.
Namun, kata dia, hal tersebut tidak berlaku bagi pejabat yang melakukan korupsi atau tindak pidana lain di tengah penanganan COVID-19.
"Keluarnya dana pemerintah, apakah waktu menjamin ataukah dia melakukan bansos, kemudian mungkin ada yang kelebihan, ada yang dobel, itu semua bukan kerugian negara. Kalau dia bukan suatu yang dilakukan dengan niat buruk," jelas Sri Mulyani dalam rapat online dengan Banggar DPR, Senin (4/5).
Sri Mulyani menambahkan pemerintah akan menerbitkan sejumlah peraturan pelaksanaan Perppu 1/2020 di antaranya peraturan pemerintah bidang perpajakan dan pembiayaan, peraturan mendagri dan peraturan otoritas jasa keuangan.
Menurut Sri Mulyani, pelaksanaan Perppu 1/2020 akan dilakukan dengan tata kelola yang baik dan dilaporkan pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sehingga dapat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
"Dan untuk Perppu ini melalui surat telah menyampaikan ke DPR dan kita berharap untuk bisa dibahas dengan Badan Anggaran DPR," tambahnya.
Sri Mulyani mengakui pembuatan Perppu 1/2020 dibuat dalam kurun waktu kurang dari dua pekan karena dalam situasi yang darurat. Menurutnya, pemerintah tidak mungkin mengajukan rancangan undang-undang untuk menghadapi situasi yang darurat ini.
Di sisi lain, pemerintah perlu payung hukum untuk mengambil langkah-langkah cepat dan terkoordinasi untuk menghadapi pandemi COVID-19. Semisal penyesuaian batasan defisit APBN dan perluasan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Kendati demikian, Sri Mulyani berkomitmen penyusunan anggaran untuk tahun 2021 dan seterusnya akan kembali normal yang ditandai dengan pengajuan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal pada tahun ini.
DPR Apresiasi Komitmen Pemerintah
Menanggapi hal itu, Anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) Ecky Awal Muharram mengapresiasi komitmen pemerintah yang akan membahas kembali RAPBN 2021 dan tahun berikutnya bersama DPR. Namun, kata dia, komitmen tersebut semestinya dijelaskan secara gamblang di dalam Perppu 1/2020.
Selain itu, Ecky juga menyoroti Pasal 27 Perppu 1/2020 yang sedang digugat sejumlah orang ke Mahkamah Konstitusi. Ia memahami pentingnya perlindungan hukum bagi pejabat yang menangani COVID-19. Namun, kata dia, semestinya prinsip kesetaraan hukum tetap dicantumkan seperti yang ada dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Semisal dengan menambahkan frasa tidak ada penyalahgunaan kewenangan atau memperkaya pihak lain.
"Tetapi harus diingat perbedaan dengan UU PPKSK yaitu ada sebuah frasa dalam Undang-undang yang memungkinkan ada sistem peradilan atau hukum di republik ini. Yaitu frasa yang berbunyi selama tidak ada penyalahgunaan kewenangan, baru mendapat perlindungan itu," ujar Ecky.
Perppu 1/2020 Digugat ke MK
Sejumlah tokoh menggugat beberapa pasal dalam Perppu 1/2020 ke Mahkamah Konstitusi pada 14 April 2020. Mereka di antaranya Amien Rais, Din Syamsuddin dan Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono. Salah satu pasal yang digugat ke MK yaitu pasal 27 ayat 1, 2 dan 3.
Ayat 1 berbunyi, "Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
BACA JUGA: Sri Mulyani: Pemerintah Berusaha Hindari ResesiAyat 2 berbunyi, " Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat 3, "Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara." [sm/em]