Deretan meja untuk cabang olahraga tenis meja berjajar di sebuah ruangan di kompleks Sekolah Khusus Olahraga Disabilitas Indonesia atau SKODI di Solo, Kamis siang (20/12). Beberapa remaja bertanding olahraga tersebut dengan guru-guruyang menjadi para pelatih mereka. Sesekali pelatih mengarahkan pelajar yang sedang dilatih agar memukul bola lebih keras menuju salah satu sudut meja ini.
“Ya terus pukul keras, konsentrasi. Coba arahkan ke pojok. Bagus, terus pukul.”
Salah seorang siswa sekolah tersebut, Cici, mengatakan salah satu tangannya mengalami pengecilan bentuk sejak lahir. Menurut Cici, dirinya menekuni olahraga tenis meja karena ingin menjadi atlet.
“Saya fokus di olahraga tenis meja. Latihannya sore sampai petang, jam 2 hingga jam 5 sore. Kalau pagi olahraga pemanasan dan teori di kelas. Saya sudah manjalani ini selama empat bulan, sejak Agustus. Cita-cita saya ingin menjadi atlet tenis meja dunia,” jelasnya.
Tak hanya itu, ada beberapa ruangan yang digunakan untuk lapangan bulu tangkis dan dipakai para remaja penyandang disabilitas berlatih. Sebuah lapangan di tengah kompleks sekolah dipakai untuk lawn ball, semacam olahraga bowling bagi difabel.
Your browser doesn’t support HTML5
Juru bicara penyelenggara Sekolah Khusus Olahraga Disabilitas Indonesia SKODI, dokter Bayu Rahadian, mengatakan ada empat cabang olahraga bagi penyadang difabel yang diajarkan dalam sekolah ini. Menurut Bayu, para siswa akan mendapat materi teori dan praktek olahraga khusus difabel.
“Kurikulum mengenai pendidikan, tentunya sesuai kurikulum pendidikan. Bedanya, di teknis keolahragaan, ya sesuai dengan pengembangan yang kita sebut training, latihan praktek yang lebih banyak. Bagaimana mentraininganak-anak itu supaya memiliki mental bertanding yang bagus. Kita baru mulai empat cabang olahraga, ada Tenis Meja, Renang, Bulu Tangkis, dan Atletik,” kata Bayu.
Salah satu siswa lainnya penyandang tuna netra asal Kalimantan Selatan, Amelia Tiara, memilih menekuni lari sejak usia 12 tahun atau lima tahun lalu. Amelia yang kini siswa kelas 1 SMA ini bangga bisa meraih medali perunggu di ajang kompetisi olahraga bagi difabel tingkat nasional.
“Saya kan tuna netra, saya fokus di olahraga atletik, lari. Mungkin peluang menang buat tuna netra lebih banyak di atletik lari. Itu juga hobby saya," jelas Amelia Tiara.
Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olahraga Menpora, Imam Nahrawi ketika meresmikan Sekolah khusus Olahraga Disabilitas Indonesia di Soloini mengungkapkan minat dan pembibitan atlet difabel harus dilakukan sejak usia dini. Menurut Imam, pembentukan SKODI ini baru pertama di Indonesia dan akan dikembangkan di berbagai daerah.
“Tantangan kami itu bagaimana memadukan antara pendidikan dan olahraga. SKO Disabilitas ini pertama di Indonesia dan menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya atlet-atlet disabilitas yang secara pendidikan diperhatikan dan perkembangan olahraganya itu akan disupporthingga kelak mereka menjadi atlet yang mewakili Indonesia agar anak-anak kita ini yang menurut sebagian terbatas tetap mendapat fasilitas, perhatian, dan hak yang sama,” kata Imam.
Juru bicara Komite Paralimpic Nasional, NPC, Pribadi, mengatakan pencarian bibit atlet difabel di berbagai daerah masih mengalami kendala. Menurut Pribadi, NPC daerah mencari penyandang disabilitas untuk dilatih menjadi atlet dan butuh proses yang sangat lama.
“Dengan adanya SKO Disabilitas ini kami nantinya dari NPC tidak kesulitan lagi mencari bibit-bibit atlet yang menjadi pelapis kakak-kakaknya yang senior yang sudah berprestasi. Selama ini yang kami lakukan, kami mencari ke daerah-daerah bekerjasama dengan NPC di daerah mancari penyandang disabilitas untuk kita bisa menjadi atlet.”
Jumlah siswa Sekolah khusus tersebut 20 , hasil penjaringan Pekan Paralimpic Pelajar tingkat daerah dan nasional tahun 2017 lalu. Sekolah ini menggunakan sistem asrama dengan berbagai fasilitas olahraga. Para siswa tidak dibebani biaya sama sekali selama menjalani pendidikan di sekolah khusus tersebut.
Pengembangan olahraga Difabel menjadi fokus pemerintah. Indonesia sebagai tuan rumah Asian Paragames 2018 ini mampu meraih prestasi diatas target yang ditentukan. Pemerintah menargetkan 18 medali emas di Asian Paragames 2018 namun berhasil menyabet 37 medali emas. Tak hanya itu, pada ASEAN Paragames 2017 lalu di Malaysia, Indonesia mampu menjadi juara umum dengan perolehan 125 medali emas jauh di atas tuan rumah yang meraih 90 medali emas.
Tahun mendatang sejumlah kompetisi olahraga tingkat dunia akan digelar antara lain Paralimpic atau Olimpiade bagi penyandang disabilitas 2020 di Jepang dan kompetisi olahraga tingkat Asia Tenggara SEA Games 2019 di Filipina. [ys/ab]