Mengunjungi lahan pertanian di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kita akan disuguhkan pemandangan tidak biasa. Jika lahan biasanya hanya ditanami jenis tanaman tertentu, Cimenyan justru penuh keanekaragaman.
Di sini, pohon kopi bersanding dengan berbagai flora seperti pohon suren, pohon tin, jali-jali, bunga matahari, dan bahkan kelor. Intinya harus ada pohon besar, menengah, kecil, ditambah semak-semak dan bunga. Ketua Odesa Indonesia, Faiz Manshur, menjelaskan manfaat keragaman ini.
“Ini subur dan tinggi karena tempatnya di dekat sumber air, ada pepohonan tinggi, ada keanekaragaman hayati tanaman. Dengan contoh ini saja, saya ingin mengajarkan kepada petani harus ada hutan di sekeliling, supaya selamat lingkungannya, tanaman juga berkembang baik,” jelasnya saat ditemui di Cimenyan, Jumat (14/12) siang.
“Yang paling penting adalah hama berkurang. Selama ini pertanian dirampok oleh hama karena di sekelilingnya tidak ada keanekaragaman tanaman,” paparnya lagi.
Pendiri Odesa Indonesia ini mengatakan, banyak petani yang salah kaprah terhadap praktik pertanian. Misalnya, petani menganggap rumput sebagai musuh padahal merupakan indikator kesuburan tanah. Selain itu, petani kerap menganggap cacing dan semut sebagai hama, padahal bisa dikendalikan dengan menanam tanaman tertentu.
“Kalau ada pohon besar ada akar, cacing betah di situ. Semut itu hanya butuh koloni, sediakan saja sumber pangan lain,” jelasnya.
Sejak berdiri pada 2016, Odesa memperkenalkan konsep agro-forestry atau wanatani kepada petani-petani di Cimenyan. Pada prinsipnya, tanaman harus beragam, memanfaatkan kompos lokal, dan mengawal perkembangan fotosintesis.
Tanaman Kopi dan Kelor Jadi Andalan
Memperkenalkan konsep ini kepada petani tidak selalu lancar. Karena itu, Odesa membujuk petani dengan memberikan benih pohon kopi gratis. Syaratnya satu: mau mengembangkan keragaman tanaman di lahannya.
“Pakai tanaman kopi, karena waktu itu kami berpikir, kalau menanam kopi petani akan terdorong mendirikan pohon yang menengah dan tinggi untuk mengontrol sinar matahari.
Pada tahun 2017, Odesa mendistribusikan 120 ribu bibit kopi dan berencana menyalurkan 200 ribu lainnya pada tahun depan. Organisasi ini juga telah menyalurkan 32 ribu benih kelor kepada warga setempat dan sejumlah daerah lain.
“Karena kelor multifungsi. Fungsi sebagai tanaman itu pendek diambil daunnya, menengah sebagai penguat lahan mengatasi erosi, dan tinggi untuk jadi pelindung tanaman kopi. Herbal juga kelor karena kita juga menghadapi masyarakat yang kurang gizi,” papar pegiat Civic Islam ini.
Selain kopi dan kelor, ada 8 tanaman lain yang dibagikan kepada warga setempat, seperti pisang, sirsak, dan bambu.
Organisasi yang fokus pada pangan, ternak, literasi, dan teknologi ini mendampingi belasan petani yang tersebar di beberapa desa di Kecamatan Cimenyan. Salah satunya adalah Ujang, yang awalnya tidak mengenal pentingnya keragaman tanaman.
“Kalau sebelumnya sih engga. Kan saya nggak punya ilmu ya. Saya anak petani tapi tidak memperhatikan pertanian itu seharusnya bagusnya bagaimana,” ujarnya saat ditemui ketika menggarap lahan.
Dia menunjuk pohon kelor yang baru ditanam sebulan di lahan dengan keragaman flora sudah lebih tinggi dari pada kelor di lahan lain. Petani kopi dan sorgum ini mengatakan kini mengutamakan kesuburan tanah lewat teknik-teknik wanatani. Selanjutnya, tanaman akan subur dengan sendirinya.
“Kalau mau menyuburkan tanaman itu kalau buat saya pribadi nomor dua. Yang pertama sehatkan dulu tanah. Kalau tanah sudah sehat, pasti tanaman subur sendiri,” paparnya yang tertarik mengikuti konsep wanatani karena awalnya tertarik dengan bibit kopi.
Di samping pertanian ramah lingkungan, Odesa juga mendampingi warga lokal untuk bertani di pekarangan. Lewat program ini, kata Faiz, masyarakat punya sumber pangan sendiri. Sehingga beban belanja bisa berkurang atau dijual jadi penghasilan tambahan. Odesa mencatat, warga bisa mendapatkan tambahan penghasilan 150 - 200 ribu per bulan.
“Dan itu bekerja di sini tanpa harus mencari duit di luar. Kalau setiap bulan naik segitu kan lumayan. Yang paling pokok adalah pengeluaran dapur berkurang, karena sayur mayur seperti cabe nggak usah beli dan bahkan sisa bisa dijual, 1 kilo 2 kilo,” jelas Faiz lagi.
Kolaborasi dengan Miss Indonesia Pecahkan Masalah Air
Kiprah Odesa Indonesia di Cimenyan rupanya menarik perhatian Miss Indonesia 2018 Alya Nurshabrina yang ingin membuat program sosial. Pada Agustus-Oktober 2018, Odesa berkolaborasi dengan Alya membangun sumber air, pipa air, dan MCK, juga melakukan pemberdayaan ekonomi.
Faiz menjelaskan, dulu warga tidak punya sumber air yang dekat dan harus pergi berjam-jam hanya untuk mengambil air bersih. Hal ini merupakan salah satu faktor kemiskinan di daerah tersebut.
“Kalau dia nyari air sampai dua jam, lebih baik mengolah kompos, jadi duit. Kalau airnya ada di situ dia bisa menyiram. Kalau airnya hanya di ladang, dia nggak bisa bekerja di pekarangannya. Maka harus ada air,” pungkasnya.
Kolaborasi Odesa dan Alya juga membantu warga mengolah berbagai produk pangan untuk dijual. Sebuah festival digelar Oktober lalu untuk memperkenalkan produk olahan warga dan mendorong pariwisata desa tersebut.
BACA JUGA: Miss Indonesia Sabet "Juara Kiprah Sosial" di Ajang Miss WorldBagi Alya sendiri, kerja sosial itu merupakan pengalaman tak terlupakan.
"Sebelum bulan Juli, mereka tidak tahu minggu depan makan apa. Tapi Sekarang mereka punya target bikin puding, melakukan ini itu. Masa depan sudah lebih baik,” harap lulusan Hubungan Internasional Universitas Parahyangan ini. (rt/em)
Your browser doesn’t support HTML5