Pertempuran Sudan Dorong PBB Minta Bantuan $3 Miliar

Asap mengepul di atas bangunan setelah pengeboman udara di Khartoum Utara. (Foto: Reuters)

PBB pada Rabu (17/5) mengeluarkan permintaan bantuan $3 miliar untuk membantu mereka yang terkena dampak konflik yang meletus bulan lalu di Sudan.

Badan kemanusiaan PBB mengatakan membutuhkan $2,6 miliar untuk membantu mereka yang masih berada di Sudan, dengan mengatakan 25 juta orang di negara itu sangat membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan.

Ramesh Rajasingham, Kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB di Jenewa dan direktur Divisi Koordinasi, mengatakan pertempuran di Sudan telah menjadi "pukulan kejam bagi rakyat Sudan."

Rajasingham mengatakan konflik itu telah menewaskan sedikitnya 676 orang, dengan jumlah korban yang sesungguhnya kemungkinan besar jauh lebih tinggi.

BACA JUGA: Perang, Bencana Alam Akibatkan 71 Juta Orang di Dunia Kehilangan Tempat Tinggal pada 2022

Permintaan $400 juta lainnya dikeluarkan badan pengungsi PBB untuk membantu mereka yang mengungsi ke negara-negara tetangga untuk menghindari pertempuran di Sudan.

Mervat Shelbaya, kepala bagian dukungan antaragensi pada Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB di Jenewa, mengatakan dalam pengarahan hari Rabu bahwa pertempuran itu telah memaksa lebih dari 950 ribu orang mengungsi di dalam negeri dan juga 220 ribu lainnya mengungsi ke negara- negara tetangga.

“Jika kita ingin meningkatkan tanggapan dan menjangkau semua yang membutuhkan, kami dan rakyat Sudan memerlukan bantuan murah hati dari masyarakat internasional,” kata Shelbaya.

Militer Sudan, dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, bertempur melawan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo.

BACA JUGA: PBB Serukan Upaya untuk Dorong Para Pihak yang Berperang di Sudan Akhiri Pertempuran

Kedua jenderal itu adalah mantan sekutu yang bersama-sama merencanakan kudeta militer Oktober 2021 yang menggagalkan transisi ke pemerintahan sipil setelah digulingkannya pemimpin lama Omar al-Bashir pada tahun 2019.

Ketegangan antara kedua jenderal itu berkembang terkait perselisihan pendapat mengenai cara mengintegrasikan RSF ke dalam militer dan siapa yang akan mengawasi proses tersebut. Restrukturisasi militer merupakan bagian dari upaya untuk memulihkan negara itu ke pemerintahan sipil dan mengakhiri krisis politik yang dipicu oleh kudeta militer 2021. [uh/lt]