Pertemuan G-8 akan Berfokus pada Jepang dan Libya

  • Lisa Bryant
    Rauf Prasodjo
    Made Yoni

Presiden Perancis Nicolas Sarkozy (kanan) menyambut kedatangan Menlu AS Hillary Clinton di Istana Elysee, Perancis, Senin (14/3).

Bencana di Jepang dan krisis di Libya diperkirakan akan mendominasi pembicaraan para menteri luar negeri G-8 yang dimulai hari Senin di Paris.

Para menteri luar negeri kelompok delapan negara industri terkemuka (G-8), bertemu di Paris untuk pertemuan selama dua hari.

Prioritas pembicaraan adalah Jepang, yang dilanda gempa hebat dan tsunami dan sedang berjuang menghadapi kemungkinan bencana nuklir. Para menteri luar negeri diperkirakan akan membicarakan cara-cara untuk mengkoordinasikan upaya bantuan dan penyelamatan, atas nama Jepang yang juga anggota G-8.

Pembicaraan juga akan membahas mengenai bagaimana menanggapi krisis di Libya setelah Liga Arab mendukung zona larangan terbang. Presiden Perancis Nicolas Sarkozy yang memimpin G-8 dan kelompok 20 negara ekonomi terbesar tahun ini, dilaporkan akan menggunakan pertemuan ini untuk mendesakkan konsensus mendukung diadakannya zona larangan terbang.

Presiden Sarkozy menegaskan pendiriannya, Jumat, dalam konferensi Uni Eropa di Brussels. Ia mengatakan meskipun Perancis tidak mendukung tindakan militer, Perancis mendukung larangan terbang. Ia juga membahas kemungkinan melancarkan serangan terbatas di Libya, jika pasukan pemimpin Libya Moammar Gaddafi terus menghantam penduduk sipil.

Berbicara kepada radio BBC, Senin, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan masyarakat internasional hampir mencapai keputusan mengenai intervensi militer terhadap Libya dengan menyatakan zona larangan terbang, yang merupakan salah satu usulan utama.

Amerika berperan dalam rencana kemungkinan zona larangan terbang, namun ingin mendapat mandat resmi yang jelas sebelum melakukan tindakan apapun.

Beberapa negara besar lainnya telah menyampaikan keberatan mengenai zona larangan terbang termasuk Tiongkok dan anggota G-8, Russia.