Ekspor Jepang yang bangkit kembali bulan Januari gagal mengimbangi pertumbuhan impor, sehingga mengakibatkan defisit perdagangan rekor $17,4 miliar untuk bulan itu.
Data sementara yang dikeluarkan hari Rabu (20/2) menunjukkan ekspor ekonomi ke-3 terbesar di dunia itu meningkat 6,4 persen menjadi $ 51,2 miliar bulan Januari dari setahun sebelumnya, dan peningkatan yang pertama kali dalam delapan bulan, sementara impor melonjak 7,3 persen menjadi $68,6 miliar.
Mata uang Jepang yang melemah dalam beberapa bulan ini telah membantu meningkatkan ekspor dengan membuat produk Jepang lebih murah di luar negeri. Tetapi, ini juga meningkatkan nilai minyak impor dan hasil bumi lain, yang menyamai peningkatan permintaan akan kendaraan dan mesin-mesin buatan Jepang.
Kecenderungan itu menghambat strategi jangka panjang Jepang yang sangat mengandalkan ekspor untuk memotori pertumbuhan dan menambah tekanan untuk memperoleh momentum baru melalui permintaan dalam negeri yang lebih kuat pada waktu angkatan kerja semakin tua dan menciut dan investasi perusahaan tetap lemah.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang memangku jabatan bulan Desember berjanji untuk memperkuat ekonomi dengan memulihkan daya saing ekspor Jepang, sementara di dalam negeri merangsang permintaan melalui anggaran Pekerjaan Umum yang lebih tinggi.
Mata uang Jepang yang melemah dalam beberapa bulan ini telah membantu meningkatkan ekspor dengan membuat produk Jepang lebih murah di luar negeri. Tetapi, ini juga meningkatkan nilai minyak impor dan hasil bumi lain, yang menyamai peningkatan permintaan akan kendaraan dan mesin-mesin buatan Jepang.
Kecenderungan itu menghambat strategi jangka panjang Jepang yang sangat mengandalkan ekspor untuk memotori pertumbuhan dan menambah tekanan untuk memperoleh momentum baru melalui permintaan dalam negeri yang lebih kuat pada waktu angkatan kerja semakin tua dan menciut dan investasi perusahaan tetap lemah.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang memangku jabatan bulan Desember berjanji untuk memperkuat ekonomi dengan memulihkan daya saing ekspor Jepang, sementara di dalam negeri merangsang permintaan melalui anggaran Pekerjaan Umum yang lebih tinggi.