Perubahan iklim dan konflik menghambat upaya mengatasi tiga penyakit menular paling mematikan di dunia, kata Kepala Dana Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (GFATM).
Inisiatif internasional untuk memerangi penyakit ini sebagian besar telah pulih setelah terdampak parah oleh pandemi COVID-19, menurut laporan GFATM tahun 2023 yang dirilis pada hari Senin (18/9). Namun meningkatnya tantangan perubahan iklim dan konflik berarti dunia kemungkinan besar tidak berhasil mencapai target mengakhiri AIDS, TBC, dan malaria pada tahun 2030 tanpa “langkah luar biasa,” kata Peter Sands, direktur eksekutif GFATM.
Sands mencontohkan malaria yang kini menyebar ke wilayah dataran tinggi Afrika yang sebelumnya terlalu dingin bagi nyamuk pembawa parasit penyebab penyakit tersebut. Peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir membebani layanan kesehatan, menggusur masyarakat, menyebabkan peningkatan infeksi dan mengganggu pengobatan di banyak tempat, kata laporan itu. Di negara-negara termasuk Sudan, Ukraina, Afghanistan dan Myanmar, upaya menjangkau komunitas rentan juga merupakan tantangan besar karena masalah ketidakamanan, tambahnya.
Meski demikian, kata Sands, GFATM juga mencatat adanya kemajuan. Contohnya, pada tahun 2022, 6,7 juta orang dirawat karena TBC di negara-negara tempat lembaga itu berinvestasi, atau 1,4 juta orang lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. GFATM juga membantu memberikan obat antiretroviral untuk HIV kepada 24,5 juta orang, dan mendistribusikan 220 juta kelambu nyamuk untuk mencegah penularan malaria. Sands menambahkan bahwa alat pencegahan dan diagnostik yang inovatif juga memberikan harapan.
Pekan ini, ada pertemuan tingkat tinggi mengenai TBC di Sidang Majelis Umum PBB. Banyak pihak berharap, pembicaraan itu akan memberi perhatian lebih pada penyakit tersebut.
GFATM menghadapi kritik dari beberapa pakar TBC karena tidak mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk penyakit ini. Mereka berargumentasi, TBC merupakan pembunuh terbesar dari tiga penyakit yang menjadi fokus lembaga tersebut.
“Tidak ada keraguan bahwa dunia perlu mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk memerangi TBC… namun ini tidak sesederhana membandingkan kematian tahunan akibat masing-masing penyakit,” kata Sands. Ia mengatakan, banyak negara dengan beban TBC tertinggi adalah negara-negara yang berpendapatan menengah yang mempunyai kapasitas lebih besar untuk mendanai layanan kesehatan di dalam negerinya sendiri. [ab/ka]