Akun-akun Twitter yang dioperasikan pemerintah otoriter di Rusia, China, dan Iran diuntungkan dari perubahan yang terjadi baru-baru ini di perusahaan media sosial tersebut, kata para peneliti pada Senin (24/4). Perubahan itu memudahkan mereka menarik pengikut baru dan menyiarkan propaganda dan disinformasi ke khalayak yang lebih luas.
Platform itu tidak lagi melabeli media yang dikuasai negara dan agen propaganda, dan tidak akan lagi melarang konten mereka untuk dipromosikan atau direkomendasikan secara otomatis kepada pengguna. Kedua perubahan, yang dibuat dalam beberapa minggu ini, telah meningkatkan kemampuan Kremlin untuk menggunakan platform yang berbasis di Amerika Serikat itu untuk menyebar kebohongan dan klaim menyesatkan tentang invasinya ke Ukraina, politik AS, dan sejumlah topik lainnya.
Akun-akun media pemerintah Rusia kini 33 persen dilihat lebih banyak daripada beberapa minggu lalu, sebelum perubahan tersebut dilakukan, menurut temuan yang dirilis oleh Reset, organisasi nirlaba yang berbasis di London, pada Senin. Organisasi itu melacak penggunaan media sosial oleh pemerintah otoriter untuk menyebar propaganda. Temuan Reset pertama kali dilaporkan oleh kantor berita Associated Press.
Peningkatan tersebut mencapai lebih dari 125.000 tampilan tambahan per postingan. Unggahan-unggahan itu termasuk menyebutkan bahwa CIA terkait dengan serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, bahwa para pemimpin Ukraina menggelapkan bantuan asing ke negara mereka, dan bahwa invasi Rusia ke Ukraina dibenarkan karena Amerika Serikat mengoperasikan laboratorium biowarfare klandestin di sana.
Agensi media negara yang dioperasikan Iran dan China mengalami peningkatan serupa sejak Twitter diam-diam melakukan perubahan.
Perubahan Twitter tersebut adalah perkembangan terbaru sejak miliarder Elon Musk membeli Twitter pada tahun lalu. Sejak itu, ia memperkenalkan sistem verifikasi baru yang membingungkan dan mem-PHK banyak staf, termasuk mereka yang bertugas menggempur disinformasi, mengizinkan kembali neoNazi dan lainnya yang sebelumnya ditangguhkan dari situs tersebut. Musk juga mengakhiri kebijakan yang melarang disinformasi COVID-19 yang berbahaya. Akibatnya, ujaran kebencian dan disinformasi telah berkembang pesat. [ka/jm]