Kelompok militan Hamas hari Minggu (14/7) mengatakan bahwa pembicaraan gencatan senjata Gaza terus berlanjut dan komandan militer kelompok tersebut dalam keadaan sehat. Pernyataan tersebut disampaikan sehari setelah militer Israel menargetkan Mohammed Deif dengan serangan udara besar-besaran yang menurut para pejabat kesehatan setempat menewaskan sedikitnya 90 orang, termasuk anak-anak.
Perwakilan Hamas tidak memberikan bukti untuk mendukung pernyataannya tentang kesehatan Deif, dalang utama serangan 7 Oktober yang memicu perang.
Kondisi Deif masih belum pasti setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Sabtu malam mengatakan bahwa "masih belum ada kepastian jelas" bahwa ia telah terbunuh.
Ini adalah upaya kedelapan Israel untuk membunuh Mohammed Deif, komandan sayap militer Hamas, brigade Izz ad-Din al-Qassam yang sulit ditangkap.
Israel mengatakan, Deif bertanggung jawab atas serangan teror yang menewaskan ratusan warga Israel, termasuk berperan utama dalam serangan teror Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam konferensi pers hari Sabtu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, Israel tidak akan berhenti perang, sampai semua pejabat senior Hamas terbunuh. Ia mengatakan, Deif dan wakilnya menjadi sasaran serangan udara itu.
“Belum ada kepastian akhir bahwa keduanya terbunuh, tapi saya berjanji kepada Anda, apa pun yang terjadi, kami akan menghancurkan seluruh pimpinan Hamas.”
Netanyahu mengatakan, tekanan militer Israel yang terus-menerus telah melemahkan Hamas, dan kemungkinan besar memicu tercapainya kesepakatan yang akan membebaskan sandera dengan imbalan gencatan senjata. Sewaktu Netanyahu berbicara, ribuan warga Israel berunjuk rasa mendukung kesepakatan gencatan senjata yang kini sedang dirunding-kan oleh Qatar dan Mesir.
Militer Israel pada hari Minggu mengumumkan bahwa Rafa Salama, seorang komandan Hamas yang digambarkan sebagai salah satu rekan terdekat Deif, telah terbunuh dalam serangan hari Sabtu. Salama memimpin brigade Khan Younis milik Hamas. Pernyataan tersebut tidak memberikan informasi terbaru mengenai Deif, yang telah lama berada di puncak daftar orang yang paling dicari Israel dan telah bersembunyi selama bertahun-tahun.
Hamas menolak gagasan bahwa diskusi gencatan senjata yang dimediasi telah ditangguhkan setelah serangan tersebut. Juru bicara Jihad Taha mengatakan "tidak diragukan lagi bahwa pembantaian yang mengerikan ini akan berdampak pada upaya-upaya negosiasi" namun menambahkan bahwa "upaya dan usaha dari para mediator masih terus berlangsung."
BACA JUGA: Israel Incar Pemimpin Militer Hamas, Setidaknya 90 Warga Palestina TewasPembunuhan Deif sedianya akan menandai pembunuhan profil tertinggi terhadap pemimpin Hamas oleh Israel sejak perang dimulai. Ini akan menjadi kemenangan besar bagi Israel sekaligus pukulan psikologis yang mendalam bagi kelompok militan tersebut. Netanyahu mengatakan bahwa semua pemimpin Hamas "telah ditandai untuk dibunuh" dan menegaskan bahwa membunuh mereka akan membuat Hamas lebih dekat untuk menerima kesepakatan gencatan senjata.
Para pejabat politik Hamas bersikeras bahwa saluran komunikasi tetap berfungsi antara kepemimpinan di dalam dan di luar Gaza setelah serangan di selatan wilayah itu. Para saksi mata mengatakan bahwa serangan tersebut terjadi di sebuah wilayah yang telah ditetapkan oleh Israel sebagai tempat yang aman bagi ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi. Militer Israel tidak mau mengkonfirmasi hal itu.
Pada hari Minggu, beberapa orang yang selamat marah karena serangan yang menargetkan Deif terjadi tanpa peringatan di daerah yang telah diberitahu bahwa daerah itu aman.
"Ke mana kami harus pergi?" tanya Mahmoud Abu Yaseen, yang mengatakan bahwa ia mendengar dua kali suara tembakan dan memeluk anak-anaknya, kemudian terbangun di rumah sakit dan mendapati anaknya telah meninggal. Keluarganya telah mengungsi lima kali sejak perang dimulai, katanya.
Sekitar 300 orang lainnya terluka dalam serangan tersebut, salah satu yang paling mematikan dalam perang sembilan bulan yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan yang menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera lebih dari 200 orang.
Lebih dari 38.400 orang di Gaza telah terbunuh dalam serangan darat dan pengeboman Israel sejak saat itu, menurut Kementerian Kesehatan wilayah tersebut. Kementerian tersebut tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil dalam penghitungannya.
BACA JUGA: Tim SAR Sebut Temukan Puluhan Mayat usai Israel Mengurangi Operasi di Kota GazaSeorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan kekacauan di rumah sakit Nasser di mana para korban serangan hari Sabtu dibawa, banyak di antaranya dirawat di lantai yang berlumuran darah dengan hanya sedikit persediaan yang tersedia.
"Saya menyaksikan beberapa pemandangan paling mengerikan yang pernah saya lihat selama sembilan bulan di Gaza," kata Scott Anderson dalam sebuah pernyataan."Saya melihat balita yang diamputasi dua kali, anak-anak yang lumpuh dan tidak dapat menerima perawatan, dan yang lainnya terpisah dari orang tua mereka. Saya juga melihat para ibu dan ayah yang tidak yakin apakah anak-anak mereka masih hidup." Dia mengatakan pembatasan bantuan kemanusiaan ke Gaza menghambat upaya untuk menyediakan perawatan medis dan perawatan lainnya yang dibutuhkan.
Pada hari Minggu, polisi juga mengatakan seorang warga Palestina di Yerusalem timur menabrakkan mobilnya di Israel tengah yang melukai empat warga Israel, dua di antaranya mengalami luka serius. Polisi perbatasan Israel yang berada di lokasi kejadian menembak mati penyerang setelah ia menabrak orang-orang yang sedang menunggu di dua halte bus di sepanjang jalan yang sibuk. Komisioner Israel Kobi Shabtai mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut sering kali "dipicu" oleh kejadian-kejadian seperti serangan udara hari Sabtu di Gaza. [my/ab/ps/jm]