Perundingan Soal Penambangan Laut Dimulai di Jamaika

Seekor penyu tampak berenang di dekat sejumlah koral di Moore Reef di Gunggandji Sea Country di lepas pantai Queensland, Australia, pada 13 November 2022. (Foto: AP/Sam McNeil)

Perundingan penting mengenai masa depan penambangan laut dalam dan ekstraksi mineral dimulai di Jamaika pada Senin (10/7), seiring upaya para aktivis lingkungan untuk mengendalikan industri yang baru muncul tersebut, yang sejauh ini belum memiliki aturan hukum yang tegas.

International Seabed Authority (ISA), sebuah badan antar-pemerintah yang kurang dikenal dan berkantor di Kingston, dan negara-negara anggotanya selama sepuluh tahun terakhir ini telah berupaya merumuskan aturan hukum untuk kemungkinan dilakukannya eksploitasi nikel, kobalt, dan tembaga di dasar laut dalam yang berada di luar yurisdiksi nasional. Tetapi kesepakatan itu sejauh ini sulit dipahami.

Sejak hari Minggu (9/7), setelah berakhirnya tenggat waktu yang ditetapkan oleh Nauru, sebuah negara di kawasan Pasifik, maka ISA kini berkewajiban mempertimbangkan izin untuk operasi penambangan yang berpotensi merusak lingkungan. ISA baru akan bertindak jika pemerintah suatu negara meminta mereka.

BACA JUGA: Pakar: Penambangan Pasir Laut Lebih Besar “Mudarat” Ketimbang Manfaatnya

ISA, yang sedang melangsungkan pertemuan hingga akhir bulan nanti, sedang memasuki “periode pengambilan keputusan paling kritis dalam sejarah keberadaannya,” ujar Emma Wilson dari Koalisi Konservasi Laut Dalam. “Kami tidak akan membiarkan kegiatan eksploitasi dimulai” sebelum ada peraturan yang memadai,” tambah perwakilan Chili di ISA yang beranggotakan 36 orang dalam pembukaan perundingan itu hari Senin (10/7). “Kita harus memulai jeda pencegahan.”

Dewan ISA pada bulan Maret lalu menegaskan bahwa eksploitasi komersil “sedianya tidak dilakukan” hingga aturan hukum soal penambangan laut dalam ini diberlakukan. Tetapi mereka tidak dapat menyepakati proses untuk mengkaji aplikasi yang ada, atau interpretasi yang tepat dari klausul yang dipicu oleh Nauru.

Sejumlah LSM, yang khawatir perusahaan-perusahaan minyak itu akan mengeksploitasi jeda yang ada, berharap agar Dewan ISA membuat keputusan yang lebih jelas saat mengakhiri perundingan itu pada 21 Juli mendatang. [em/rs]