Perusahaan energi Perancis Alstom SA mengaku bersalah dan sepakat membayar denda terbesar dalam sejarah Amerika yaitu 772 juta dolar, untuk mengakhiri penyelidikan Departemen Kehakiman atas penyuapan yang dibayar Alstom guna memenangkan beberapa kontrak pembangunan pembangkit listrik di Indonesia dan negara-negara lain.
Denda itu merupakan hukuman kriminal terbesar yang dibayar kepada Departemen Kehakiman berdasarkan Undang-Undang Praktek Korupsi Asing. Ketika awalnya perusahaan Perancis itu menolak bekerjasama, tim penyelidik memulai penyelidikan kasus itu dengan menggunakan beberapa informan dan rekaman pembicaraan telefon.
CEO Alstom Patrick Kron hari Jum’at (19/12) mengatakan perusahaan yang berkantor di Levallois-Perret itu akan membayar denda-denda terkait bisnis energinya sebagaimana keputusan para pemegang saham yang menyetujui penjualan Alstom kepada perusahaan Amerika General Electric. Sebelumnya Alstom mengatakan General Electric akan membayar semua denda itu. General Electric yang berpusat di Fairfield, Connecticut –bulan Juni lalu setuju membeli sebagian besar aset Alstom bernilai 12,4 milyar Euro atau sekitar 15,2 milyar dolar. Ini adalah akuisisi General Electric terbesar dan kontrak pembelian itu akan diselesaikan tahun depan.
Menurut Wakil Jaksa Agung Amerika James Cole dalam pernyataan yang dirilis hari Senin (22,12), praktek-praktek korupsi Alstom berlangsung selama lebih dari sepuluh tahun dan terjadi di beberapa benua. “Ini sangat luar biasa besar, sangat berani dan berat konsekuensinya”, tambah Cole.
Pembayaran denda yang dilakukan Alstom kepada Departemen Kehakiman Amerika tidak mengakhiri penyelidikan yang dilakukan oleh Inggris dan Brazil. Bisnis transportasi Alstom juga kini menjadi sasaran.
Badan Anti-Korupsi Inggris, UK Serious Fraud Office hari Senin (22/12) juga menuntut Alstom Power Ltd karena menyuap beberapa agen terkait kontrak-kontrak di Lithuania selama delapan tahun ini. Badan Anti Korupsi itu menuntut unit Alstom lainnya, Alstom Network UK Ltd, bulan Juli lalu atas tuduhan korupsi terkait proyek-proyek transportasi di India, Polandia dan Tunisia.
Penyelidikan yang dilakukan Amerika dipusatkan pada kontrak bernilai 118 juta dolar untuk membangun fasilitas boiler di PLTU Tarahan, Sumatera Utara. Menurut dokumen-dokumen pengadilan yang disampaikan Departemen Kehakiman Amerika terkait kasus tersebut, para eksekutif Alstom bersama sebuah perusahaan perdagangan komoditi Jepang, Marubeni Corp, menggunakan sejumlah perantara untuk menyalurkan ratusan ribu dolar kepada seorang anggota DPR dan sejumlah pejabat di Perusahaan Listrik Negara PLN.
Alstom mengaku bersalah di pengadilan federal Connecticut atas dua tuduhan, pertama,pelanggaran undang-undang anti penyuapan dengan memalsukan dokumen, dan kedua, karena gagal melakukan pengawasan yang memadai.