Pemanfaatan sumber energi alternatif dengan panel surya, dilakukan sejumlah petani di Yogyakarta, untuk memanfaatkan sinar matahari menjadi sumber tenaga listrik bagi penggerak aerator.
Aerator adalah alat untuk memompa udara (oksigen), yang digunakan untuk mensuplai oksigen di kolam-kolam ikan. Jika sebelumnya, para petani ikan di Sleman, Yogyakarta menggunakan listrik dari PLN, maka kini mesin itu digerakkan dengan sumber tenaga yang diperoleh dari panel surya.
Sepuluh panel surya bantuan dari Kementerian Riset dan Teknologi mulai dimanfaatkan untuk menggerakkan mesin di sepuluh kolam ikan.
Anwar Hadi, ketua kelompok budidaya ikan ‘Sembada Mina Mandiri’ yang mengoperasikan panel surya ini mengaku memperoleh manfaat besar dengan penggunaan teknologi tersebut. Mereka tak perlu lagi membayar biaya listrik, baik itu untuk aerator maupun penerangan di sekitar kolam. Teknologi aerator juga mampu mengurangi kematian bibit benih ikan.
Sedangkan lampu penerangan mencegah datangnya kelelawar dan pemangsa lain yang sering memakan ikan peliharaan. Namun, Anwar Hadi mengakui, penerapan teknologi maju di kalangan petani ini bukan sesuatu yang mudah. Dia dan seluruh anggota kelompok, masih harus beradaptasi dan terus belajar.
“Kalau dari sisi teknologi itu lebih rumit, cuma kebetulan kami juga sudah didampingi teman-teman mahasiswa Teknik Fisika, UGM. Jadi, saat ini saya dan teman-teman sudah cukup familiar dengan teknologi yang ada di tempat kami. Cuma untuk pengenalan komponen, misalnya seperti yang ada di dalam inverter di kotak pengontrol itu, kami saat ini masih dalam taraf belajar," papar Anwar Hadi.
Panel surya diakui Anwar Hadi adalah sesuatu yang baru bagi mereka. Lewat program bimbingan yang diberikan pasca pemberian bantuan panel ini, dia dan anggota kelompok taninya, kini sudah cukup memahami bagaimana merawat panel, sistem perkabelan dan perawatan aki penyimpan listrik. Sebuah bangunan sederhana didirikan oleh kelompok tani ini, untuk menyimpan aki sekaligus tempat berkumpul dan belajar teknologi baru tersebut.
Salah satu mahasiswa pembimbing teknis dalam program ini, Igib Prasetyaningsari, menceritakan petani perlu proses untuk memanfaatkan teknologi maju ini. Jika program ini berhasil, akan sangat bermanfaat dan bisa diaplikasikan bagi petani di daerah lain.
Problemnya, kata Igib Prasetyaningsari, teknologi ini memerlukan investasi mahal. Karena itu, pemerintah maupun pihak swasta yang peduli harus mau membantu menyediakan peralatan panel surya dan aki penyimpan listriknya.
Igib menambahkan, “Kalau misalnya dari petani sendiri untuk mengadaptasi teknologi yang sama itu masih berat, untuk saat ini. Karena biaya investasinya untuk saat ini masih lebih murah listrik PLN dibandingkan dengan listrik dengam panel surya. Investasi untuk energi terbarukan itu biayanya masih lebih tinggi daripada mengambil jaringan langsung dari PLN."
Igib Prasetyaningsari meyakini, dalam jangka panjang pemanfaatan panel surya akan membawa dampak positif dalam mengurangi ketergantungan atas listrik dari negara. Karena itu, meskipun pemerintah harus berinvestasi cukup besar di depan, tetapi manfaatnya akan kembali juga ke pemerintah karena bisa mengurangi beban listrik nasional secara cukup signifikan.
“Investasinya jauh lebih mahal, namun kalau misalnya untuk perhitungan jangka panjang, itu nanti ketika mungkin BBM sudah habis, itu jauh lebih menguntungkan menggunakan panel surya ini," kata Igib Prasetyaningsari.
Program ini adalah rintisan yang bisa diterapkan bagi petani lain di seluruh Indonesia. Melalui penerapan teknologi bagi petani di Yogyakarta ini, diharapkan akan bisa diketahui bagaimana kemampuan petani beradaptasi terhadap teknologi maju.
Jika manfaat dan problem yang menyertai penggunaan sistem panel surya di kalangan petani ikan sudah teridentifikasi, langkah yang dibutuhkan selanjutnya, kata Igib Prasetyaningsari, adalah niat baik pemerintah untuk mau berinvestasi jangka panjang. Panel surya ini mampu bertahan selama 20 tahun. Artinya, petani ikan pun akan bebas dari ketergantungan listrik terhadap pemerintah setidaknya sepanjang dua dekade itu.
Sepuluh panel surya bantuan dari Kementerian Riset dan Teknologi mulai dimanfaatkan untuk menggerakkan mesin di sepuluh kolam ikan.
Anwar Hadi, ketua kelompok budidaya ikan ‘Sembada Mina Mandiri’ yang mengoperasikan panel surya ini mengaku memperoleh manfaat besar dengan penggunaan teknologi tersebut. Mereka tak perlu lagi membayar biaya listrik, baik itu untuk aerator maupun penerangan di sekitar kolam. Teknologi aerator juga mampu mengurangi kematian bibit benih ikan.
Sedangkan lampu penerangan mencegah datangnya kelelawar dan pemangsa lain yang sering memakan ikan peliharaan. Namun, Anwar Hadi mengakui, penerapan teknologi maju di kalangan petani ini bukan sesuatu yang mudah. Dia dan seluruh anggota kelompok, masih harus beradaptasi dan terus belajar.
“Kalau dari sisi teknologi itu lebih rumit, cuma kebetulan kami juga sudah didampingi teman-teman mahasiswa Teknik Fisika, UGM. Jadi, saat ini saya dan teman-teman sudah cukup familiar dengan teknologi yang ada di tempat kami. Cuma untuk pengenalan komponen, misalnya seperti yang ada di dalam inverter di kotak pengontrol itu, kami saat ini masih dalam taraf belajar," papar Anwar Hadi.
Panel surya diakui Anwar Hadi adalah sesuatu yang baru bagi mereka. Lewat program bimbingan yang diberikan pasca pemberian bantuan panel ini, dia dan anggota kelompok taninya, kini sudah cukup memahami bagaimana merawat panel, sistem perkabelan dan perawatan aki penyimpan listrik. Sebuah bangunan sederhana didirikan oleh kelompok tani ini, untuk menyimpan aki sekaligus tempat berkumpul dan belajar teknologi baru tersebut.
Salah satu mahasiswa pembimbing teknis dalam program ini, Igib Prasetyaningsari, menceritakan petani perlu proses untuk memanfaatkan teknologi maju ini. Jika program ini berhasil, akan sangat bermanfaat dan bisa diaplikasikan bagi petani di daerah lain.
Problemnya, kata Igib Prasetyaningsari, teknologi ini memerlukan investasi mahal. Karena itu, pemerintah maupun pihak swasta yang peduli harus mau membantu menyediakan peralatan panel surya dan aki penyimpan listriknya.
Igib menambahkan, “Kalau misalnya dari petani sendiri untuk mengadaptasi teknologi yang sama itu masih berat, untuk saat ini. Karena biaya investasinya untuk saat ini masih lebih murah listrik PLN dibandingkan dengan listrik dengam panel surya. Investasi untuk energi terbarukan itu biayanya masih lebih tinggi daripada mengambil jaringan langsung dari PLN."
Igib Prasetyaningsari meyakini, dalam jangka panjang pemanfaatan panel surya akan membawa dampak positif dalam mengurangi ketergantungan atas listrik dari negara. Karena itu, meskipun pemerintah harus berinvestasi cukup besar di depan, tetapi manfaatnya akan kembali juga ke pemerintah karena bisa mengurangi beban listrik nasional secara cukup signifikan.
“Investasinya jauh lebih mahal, namun kalau misalnya untuk perhitungan jangka panjang, itu nanti ketika mungkin BBM sudah habis, itu jauh lebih menguntungkan menggunakan panel surya ini," kata Igib Prasetyaningsari.
Program ini adalah rintisan yang bisa diterapkan bagi petani lain di seluruh Indonesia. Melalui penerapan teknologi bagi petani di Yogyakarta ini, diharapkan akan bisa diketahui bagaimana kemampuan petani beradaptasi terhadap teknologi maju.
Jika manfaat dan problem yang menyertai penggunaan sistem panel surya di kalangan petani ikan sudah teridentifikasi, langkah yang dibutuhkan selanjutnya, kata Igib Prasetyaningsari, adalah niat baik pemerintah untuk mau berinvestasi jangka panjang. Panel surya ini mampu bertahan selama 20 tahun. Artinya, petani ikan pun akan bebas dari ketergantungan listrik terhadap pemerintah setidaknya sepanjang dua dekade itu.