Petisi Tunda Pilkada Demi Kesehatan dan Keselamatan Publik

  • Fathiyah Wardah

Para pemilih memperhatikan foto-foto kandidat pilkada di sebuah TPS di Tangerang, 9 Desember 2015. (Foto: AP)

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pilkada Sehat yang terdiri dari berbagai organisasi dan tokoh publik memulai petisi daring di laman change.org agar penyelenggaraan pilkada yang semestinya digelar pada Desember 2020, ditunda ke 2021.Hingga Jumat (29/5) sudah 3.499 orang yang menandatangani petisi ini.

Kurva kasus Covid-19 harian hingga saat ini masih mengalami peningkatan. Ratusan kasus positif bertambah setiap harinya. Pemerintah, DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepakat melaksanakan pilkada pada 9 Desember 2020.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pilkada Sehat yang terdiri dari berbagai organisasi dan tokoh publik seperti Puskapol UI, Pusako FH Unand, Netfid, Perludem,Rumah Kebangsaan dan KIPP Indonesia memulai petisi daring di laman change.org agar penyelenggaraan pilkada yang semestinya digelar pada Desember 2020 ditunda ke 2021.

Dalam Petisi di Laman Change.org, koalisi menjelaskan kalau di dalam Perppu No.2/2020 yang dikeluarkan 4 Mei lalu tidak ada pasal-pasal mengenai teknis kepemiluan sesuai protokol kesehatan Covid-19 dan penyesuaian anggaran selama penyelenggaraan pilkada. Artinya, tahapan pilkada masih dijalankan dengan ketentuan di Undang-undang pilkada yang ada.

BACA JUGA: Perludem Serukan Evaluasi Pelaksanaan Pilkada 2020

Associate Campaigner Change.org Indonesia Ori Sanri Sidabutar mengatakan hingga Jumat (29/5) sudah ada sekitar 3.499 orang yang menandatangani petisi ini dan ini akan terus bertambah.

“Petisinya dimulai tanggal 25 Mei, 4 hari lalu, tanda tangannya sudah 3.499 dan naik terus. Untuk ukuran empat hari, ini terbilang cepat, 3.000,” ungkap Ori.

Salah satu anggota koalisi, Hadar Nafis Gumay mengatakan belum ada satupun peraturan KPU dapat digunakan sesuai dengan konteks pandemi. Menurutnya, sebelum membuat petisi mereka sudah berusaha menyampaikan pemikiran soal penundaan pilkada lewat diskusi ke pemerintah, KPU maupun komisi II DPR, tetapi mereka, kata Hadar, tetap pada pendirian untuk melaksanakan pilkada 2020.

Direktur Perludem Titi Anggraini. (Foto: Courtesy/Titi Anggraini)

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyatakan ada tiga motif pemerintah menyelenggarakan pilkada 2020. Di antaranya adalah motif ekonomi. Pilkada 2020 seolah-olah memberi kesan kepada masyarakat kalau ekonomi baik-baik saja. Selain itu, tambahnya, ada motif politik, yakni petahana dan non petahana yang tidak percaya diri jika pilkada dilaksanakan pada 2021.

Titi juga menilai pemerintah dan DPR beranggapan bahwa dampak Covid-19 tidak separah yang dibayangkan karena jumlah kasus positifnya tidak sebanding dengan negara lain. Menurut Titi, sangat penting untuk menunda pilkada ke 2021 agar waktu, kesiapan, adaptasi dan kualitas pilkada tetap terjaga.

Your browser doesn’t support HTML5

Petisi Tunda Pilkada Demi Kesehatan dan Keselamatan Publik

“Kita perlu cukup waktu hingga ada adaptasi anggaran, adaptasi hukum, adaptasi teknis dan juga kapasitas para petugas di lapangan untuk mampu menyelenggarakan pilkada sesuai dengan protokol Covid-19,” ungkap Titi.

Dahlia Umar, salah satu anggota koalisi menyatakan penyelenggaraan pilkada di masa pandemi juga dikhawatirkan akan adanya politisasi bantuan sosial sebagai media kampanye petahana-petahana kepala daerah. Dia menjelaskan jika selama penyaluran Bansos tidak jarang kepala atau pejabat daerah mengatasnamakan dirinya sebagai pemberi bansos. Menurutnya praktik politisasi bansos seperti ini merugikan peserta yang bukan petahana.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. (Foto: Kemendagri)

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan Menteri Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mendukung pelaksanaan pilkada pada Desember 2020. Menurutnya, menunda pelaksanaan pilkada hingga 021 tidak menjamin akan lebih aman.

“Kita lihat tren dunia yang sudah melakukan uji coba, penemuan untuk vaksinasi ini. Hampir semua mengatakan paling cepat adalah pertengahan 2021 baru ditemukan. Kemudian proses mass testing, technical, mass production karena melibatkan miliaran orang. Vaksinasi itu menghabiskan waktu setahun sehingga 2022,” ujar Tito.

Menurutnya pilkada kali ini akan sangat unik di setiap tahapannya mulai kampanye hingga pemungutan suara.

Kampanye akbar dalam pilkada 2020 tambahnya harus dihindari dan beralih untuk melakukan kampanye dengan live streaming di media sosial.

Perhitungan dan pemungutan suara tambahnya akan berbeda dari pilkada sebelumnya. Tito mengingatkan pilkada jangan menimbulkan kerumunan dan terjadi penularan Covid-19. [fw/ft]