Meski jumlah orang terinfeksi dan korban meninggal akibat virus Covid-19 terus bertambah, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah, Senin (21/9) telah menyepakati pelaksanaan pilkada serentak tetap dilaksanakan pada 9 Desember.
Pelaksanaan pilkada serentak itu dilakukan dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
"Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu Ri, dan DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tetap pada 9 Desember 2020," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia.
Komisi II DPR meminta kepada satuan kerja untuk secara intensif menegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap para pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19 untuk tahapan selanjutnya, yakni penetapan pasangan calon, pengundian nomor urut, kampanye, dan pemungutan serta penghitungan suara.
Selain itu, untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan pelanggaran protokol Covid-19, KPU diminta merevisi Peraturan KPU Nomor 10/2010, antara lain berisi aturan soal meniadakan pertemuan yang melibatkan banyak orang, mendorong kampanye melalui media daring, mewajibkan penggunaan masker, cairan pembersih tangan, penghalang wajah, dan alat kesehatan lainnya serta penegakan dan sanksi hukum yang tegas sesuai Undang-undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Undang-undang Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-undang Nomor 8/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Mendagri: Pilkada adalah Momentum Pilih Pemimpin Kuat
Dalam rapat kerja itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang merupakan momentum penting untuk memilih pemimpin yang kuat, pemimpin yang sah dipilih rakyatnya, terutama dalam rangka penanganan krisis pandemi Covid-19 dan dampak sosial ekonominya.
"Kita juga ingin agar Pilkada ini menjadi momentum juga, mendorong pemerintah daerah untuk maksimal dalam rangka penanganan Covid-19 dan dampak sosial ekonominya. Kalau settingnya tepat, ini akan menjadi kontribusi dalam rangka menekan Covid-19," ujar Tito.
Perludem : Jika Tetap Ingin Dilaksanakan, Aturan Harus Ketat
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama mengkhawatirkan pada tahapan kampanye akan terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan covid-19 seperti pada tahapan pendaftar calon beberapa waktu lalu.
Lembaganya kata Heroik telah mengingatkan jika pilkada serentak tetap dilaksanakan maka aturan harus diperketat.
BACA JUGA: Jokowi Pertimbangkan Tunda Pilkada 2020“Bagaimana kemudian mengedepankan protokol kesehatan, salah satunya tidak ada pengumpulan massa, mematuhi prosedur kesehatan yang ada , menggunakan masker bahkan APD bagi penyelenggara pemilu. Itu jauh-jauh hari sudah kita ingatkan,” kata Heroik.
Jubir Presiden : Pilkada Tidak Ditunda Demi Jaga Hak Konstitusi Rakyat
Melalui keterangan tertulis, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menekankan Pilkada serentak 2020 tidak akan ditunda demi menjaga hak konstitusi rakyat. Karena itu, Pilkada harus tetap diselenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi kluster baru dalam Pilkada.
Fadjroel menambahkan Presiden Joko Widodo menyatakan Pilkada tidak bisa menunggu pandemi Covid-19 berakhir. Sebab tidak ada satu pun yang mengetahui kapan pandemi ini akan berakhir.
Menurut Fadjroel, Pilkada di masa pandemi bukan hal mustahil karena juga dilakukan di negara lain, seperti Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan. [fw/em]