Pasukan Perancis mengalami jatuhnya korban pertama dalam serangan militer terhadap kelompok radikal Islam di Mali, serta gagal membebaskan seorang sandera Perancis di Somalia.
PARIS —
Dalam waktu kurang dari 24 jam, Perancis telah melancarkan dua serangan terhadap kelompok Islam radikal di Afrika Timur dan Barat, tetapi korban pertama jatuh di pihaknya. Pada konferensi pers di Paris hari Sabtu, Menteri Pertahanan Jean-Yves Le Drian mengumumkan tewasnya seorang pilot helikopter Perancis dalam operasi terhadap pemberontak Islam radikal di Mali selatan.
Le Drian membela aksi militer Perancis di Mali, dan mengatakan, serangan teroris di negara Afrika Barat itu mengancam keamanan bukan hanya di kawasan itu, tetapi juga Eropa. Seperti Presiden François Hollande, yang mengumumkan campur tangan militer itu hari Jumat, ia mengatakan, operasi itu akan terus dilancarkan selama dibutuhkan.
Le Drian mengatakan, campur tangan militer itu dilancarkan atas permintaan pemerintah Mali dan negara-negara Afrika lainnya, setelah adanya laporan intelijen bahwa tiga kelompok Islam radikal sedang bersiap-siap melancarkan serangan besar-besaran di Mali selatan. Selain memukul mundur kelompok-kelompok Islam radikal itu, ia mengatakan, Perancis juga punya tujuan mengamankan stabilitas Mali dan melindungi warga Perancis dan Eropa di sana.
Le Drian mengatakan satu tentara Perancis tewas dan lainnya hilang dalam operasi militer terpisah di Somalia, yang gagal menyelamatkan warga Perancis yang sudah disandera tiga tahun di sana. Menteri Pertahanan itu melaporkan 17 anggota kelompok Islam radikal tewas, termasuk sandera itu. Namun, menurut kelompok pemberontak al-Shabab di Somalia, sandera itu masih hidup dan ditawan mereka.
Le Drian mengatakan, kedua operasi itu tidak terkait secara langsung, namun kemajuan kelompok Islam radikal itu di Mali meningkatkan kekuatan kelompok-kelompok radikal untuk melakukan penyanderaan di Afrika.
Serangan Perancis itu menunjukkan kebalikan kebijakan awal Hollande untuk mendukung Mali dalam bidang pelatihan dan logistik, bukan untuk melakukan campur tangan secara militer di bekas koloninya itu.
Dalam wawancara dengan saluran televisi France 24, anggota kelompok radikal Ansar Dine mengancam akan melakukan tindakan balasan terhadap Perancis.
Namun tindakan tegas pemerintah Perancis di Afrika itu telah menarik dukungan dari berbagai kalangan politik. Dalam pesan di Twitter, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague memuji aksi itu, seperti halnya mantan menteri Senegal dan kepala lembaga think tank Cheik Tidiane Gadio.
Gadio mengatakan kepada radio RFI, Perancis tidak bertindak seperti bekas kekuasaan kolonial, tetapi sebagai pembela HAM di negara di mana kelompok teroris berupaya mengambil alih kekuasaan.
Pendahulu Hollande, Nicolas Sarkozy, juga campur tangan secara militer di Afrika Barat, melancarkan serangan udara di Pantai Gading tahun 2011 untuk membantu mengakhiri konflik yang telah berlangsung lama di sana.
Le Drian membela aksi militer Perancis di Mali, dan mengatakan, serangan teroris di negara Afrika Barat itu mengancam keamanan bukan hanya di kawasan itu, tetapi juga Eropa. Seperti Presiden François Hollande, yang mengumumkan campur tangan militer itu hari Jumat, ia mengatakan, operasi itu akan terus dilancarkan selama dibutuhkan.
Le Drian mengatakan, campur tangan militer itu dilancarkan atas permintaan pemerintah Mali dan negara-negara Afrika lainnya, setelah adanya laporan intelijen bahwa tiga kelompok Islam radikal sedang bersiap-siap melancarkan serangan besar-besaran di Mali selatan. Selain memukul mundur kelompok-kelompok Islam radikal itu, ia mengatakan, Perancis juga punya tujuan mengamankan stabilitas Mali dan melindungi warga Perancis dan Eropa di sana.
Le Drian mengatakan satu tentara Perancis tewas dan lainnya hilang dalam operasi militer terpisah di Somalia, yang gagal menyelamatkan warga Perancis yang sudah disandera tiga tahun di sana. Menteri Pertahanan itu melaporkan 17 anggota kelompok Islam radikal tewas, termasuk sandera itu. Namun, menurut kelompok pemberontak al-Shabab di Somalia, sandera itu masih hidup dan ditawan mereka.
Le Drian mengatakan, kedua operasi itu tidak terkait secara langsung, namun kemajuan kelompok Islam radikal itu di Mali meningkatkan kekuatan kelompok-kelompok radikal untuk melakukan penyanderaan di Afrika.
Serangan Perancis itu menunjukkan kebalikan kebijakan awal Hollande untuk mendukung Mali dalam bidang pelatihan dan logistik, bukan untuk melakukan campur tangan secara militer di bekas koloninya itu.
Dalam wawancara dengan saluran televisi France 24, anggota kelompok radikal Ansar Dine mengancam akan melakukan tindakan balasan terhadap Perancis.
Namun tindakan tegas pemerintah Perancis di Afrika itu telah menarik dukungan dari berbagai kalangan politik. Dalam pesan di Twitter, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague memuji aksi itu, seperti halnya mantan menteri Senegal dan kepala lembaga think tank Cheik Tidiane Gadio.
Gadio mengatakan kepada radio RFI, Perancis tidak bertindak seperti bekas kekuasaan kolonial, tetapi sebagai pembela HAM di negara di mana kelompok teroris berupaya mengambil alih kekuasaan.
Pendahulu Hollande, Nicolas Sarkozy, juga campur tangan secara militer di Afrika Barat, melancarkan serangan udara di Pantai Gading tahun 2011 untuk membantu mengakhiri konflik yang telah berlangsung lama di sana.