Plastik Ramah Lingkungan Jadi Solusi Alternatif Pengurangan Sampah Plastik

  • Petrus Riski

Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia, menawarkan penggunaan plastik ramah lingkungan yang mudah terurai sebagai alternatif pengganti plastik konvensional (Foto:VOA/Petrus Riski)

Plastik ramah lingkungan berusaha diperkenalkan untuk mengurangi sampah plastik dan menghilangkan ketergantungan masyarakat pada kantong plasik secara bertahap.

Sampah plastik di tempat pembuangan akhir (TPA) mencapai 15-20 persen dari total volume sampah. Sejumlah aktivis lingkungan mengatakan, mengatasi persoalan sampah plastik dengan menghilangkan ketergantungan masyarakat terhadap kantong plastik tidaklah mudah. Mereka mengusulkan, usaha itu dilakukan dengan bertahap dan di antaranya dilakukan dengan memperkenalkan plastik ramah lingkungan.

Plastik ramah lingkungan adalah plastik berteknologi oxo-biodegradable yang dapat terurai di alam, dalam kurun waktu dua hingga lima tahun.

Ketua Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia (KPPL-I) Jawa Timur, Ony Mahardika mengatakan peralihan dari palstik konvensional ke plastik ramah lingkungan perlu dilakukan, karena masyarakat belum sepenuhnya siap meninggalkan kantong plastik.

“Apakah masyarakat kita sudah siap untuk meninggalkan plastik secara keseluruhan, kebutuhan kemasan dan macam-macam, artinya kita harus ada solusi bagaimana ada pengurangan. Karena kalau kita membatasi, tidak mungkin kita akan melakukan langsung stop, tapi harus bertahap, konteksnya adalah pengurangan. Makanya kita melihat banyaknya teknologi-teknologi yang ramah lingkungan ini yang harus kita dorong untuk bisa terwujud di kehidupan masyarakat kita,” kata Ony Mahardika.

Your browser doesn’t support HTML5

Plastik Ramah Lingkungan Jadi Solusi Alternatif Pengurangan Sampah Plastik

Sampai saat ini, penggunaan plastik ramah lingkungan baru sekitar 10 persen dari total penggunaan plastik secara nasional, Ony menambahkan, peraturan-peraturan terkait penggunaan plastik ramah lingkungan sebenarnya telah dimiliki oleh pemerintah, seperti SNI Ekolabel Kantong Belanja Ramah Lingkungan, serta SNI Kantong Belanja yang mudah terurai maupun daur ulang yang diterbitkan oleh KLHK. Ony mengatakan, ketegasan dalam menerapkan peraturan yang ada harus disertai penindakan bagi yang melanggar.

“Sebenarnya kan sudah ada instrumen yang dikeluarkan oleh KLHK soal SNI, bagaimana plastik yang terurai, itu yang pertama. Yang kedua adalah plastik SNI yang dapat didaur ulang. Instrumen-instrumen itu kenapa tidak dipakai?. Makanya ketegasan untuk mengurangi sampah plastik itu harus tegas, termasuk aturannya," lanjut Ony.

"Banyak dari pemerintah menyerukan stop kantong plastik, tapi perilaku masyarakat masih tetap memakai, apa tindakan mereka?. Produsen-produsen atau pabrik-pabrik masih menggunakan plastik-plastik yang tidak ramah lingkungan, apa tindakannya?. Membuat aturan jangan macan ompong, artinya regulasinya juga harus tegas dan ada tindakan-tindakan yang harus secara hukum,” jelasnya.

Koordinator Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Wilayah Timur, Abraham Ibnu mengatakan, program pengurangan penggunaan plastik yang sulit terurai harus diberlakukan n melalui kebijakan pemerintah.

“Ini yang kita tanyakan kepada pemerintah, termasuk pemerintah kabupaten/ kota yang melarang penggunaan kantong plastik. Yang dilarang itu yang apa? Yang biodegradable, yang oxo, atau yang apa?. Kalau semuanya dilarang, pemerintah tidak memberikan solusi. Pemerintah tidak menjelaskan, apalagi kabupaten atau kota, cuma bisa ngomong 'oh tidak boleh' tapi tidak memberikan solusi. Nah, pada saat kita menggunakan solusi yang lebih baik itu juga tidak boleh, kan jadi lucu. Nah, yang dirugikan itu konsumen. Ya, Aprindo menyerahkan kepada pemerintah, ayo berikan kami solusi, kita akan taat,” kata Abraham Ibnu.

Ketua Umum KPPL-I Puput TD Putra menjelaskan mengenai permasalahan sampah plastik yang membutuhkan solusi pengurangan di TPA (Foto:VOA/ Petrus Riski)


Abraham Ibnu menegaskan kebijakan kantong plastik berbayar merupakan solusi sementara, sementara menunggu solusi dalam bentuk aturan yang lebih jelas dari pemerintah.

“Kan kita menerapkan 500 rupiah, waktu itu. Sebetulnya harga 500 itu diambil sebagai salah satu cara sementara memang, sambil menunggu peraturan yang lebih jelas dan lain-lain, masyarakat mengurangi penggunaan kantong plastik, dan itu terbukti terjadi penurunan yang cukup signifikan. Kantong plastik itu bukan lagi sebagai barang yang harus kita berikan melalui service. Kita juga tidak mau dikatakan, riteler mengambil keuntungan dari itu,” lanjutnya.

Ketua Umum Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia (KPPL-I), Puput Tri Darma Putra mengatakan, pemerintah pusat dan daerah harus memiliki aturan dan payung hukum yang jelas, dan diterapkan secara tegas untuk mengurangi penggunaan kantong plastik konvensional.

“Ini harus ada ketegasan dari pihak-pihak pemerintah sebenarnya, ketegasan dalam menjalankan regulasi dan menerapkan regulasi. Harapannya ya untuk mencapai pengendalian sampah ya kita cari solusi yang terbaik, bisa menerapkan semua produk-produk kantong plastik ini yang ramah lingkungan, karena mudah terurai dan tidak menjadi timbunan di TPA,” kata Puput Tri Dharma Putra.

BACA JUGA: Sampah Plastik Sepi di Debat, Giat di Masyarakat

Pedagang kantong plastik dan plastik kemasan, Petrus Irawan mengatakan, saat ini sudah banyak yang menjual produk plastik yang mudah terurai, dan mulai digunakan oleh masyarakat. Petrus Irawan berharap, sosialisasi atau pengenalan produk plastik ramah lingkungan dapat lebih masif, agar masyarakat semakin mengenal dan memahami produk plastik apa yang layak untuk digunakan.

“Warung-warung jualan itu sudah pakai kresek yang mudah terurai itu. Ada tulisannya, kresek mudah terurai. Di Malang yang jual ini banyak, di Gondanglegi itu penjual bakso-bakso sudah pakai itu kok, di pasar-pasar ya ada, di toko plastik ya ada. Ya mau saja (beli) kalau ada yang menawarkan,” jelas Petrus Irawan. [pr/ab]