Perdana Menteri sementara Israel Yair Lapid pada Selasa (5/7) menggunakan perjalanan pertamanya ke luar negeri sejak menjabat untuk mendesak negara-negara adidaya untuk meningkatkan tekanan pada Iran atas kegiatan nuklirnya. Dia menyebut republik Islam itu sebagai ancaman bagi stabilitas regional.
Lapid bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris pada Selasa. Macron meminta Lapid untuk menghidupkan kembali pembicaraan menuju perdamaian dengan Palestina dan mengatakan Israel “beruntung” memiliki Lapid sebagai perdana menteri yang bertanggung jawab.
BACA JUGA: Diplomat: Iran Buat Tuntutan Baru dalam Perundingan NuklirLapid, yang mulai menjabat sejak Jumat (1/7) lalu, fokus pada kekhawatiran Israel tentang ambisi nuklir Iran dan kesepakatan global yang macet. Kesepakatan itu bertujuan untuk mengekang program nuklir Iran. Israel menuduh Iran berusaha mengembangkan senjata nuklir – tuduhan yang dibantah Iran – dan mengatakan kesepakatan nuklir itu tidak mencakup perlindungan yang cukup untuk menghentikan kemajuan Iran dalam membuat bom.
“Situasi saat ini tidak dapat berlanjut seperti ini. (Hal) ini akan mengarah pada perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah, yang akan mengancam perdamaian dunia. Kita semua harus bekerja sama untuk menghentikan hal itu terjadi,” kata Lapid kepada para wartawan.
Lapid dan Macron, di mana keduanya merupakan politisi berhaluan tengah, menyebut satu sama lain sebagai teman, tetapi tidak setuju atas kesepakatan nuklir Iran.
Macron menyerukan dihidupkannya kembali kesepakatan 2015, yang disebut sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), tetapi mengakui bahwa itu “tidak akan cukup.”
BACA JUGA: Biaya Hidup Melonjak, Warga Israel di Tel Aviv Turun ke JalanPrancis membantu merundingkan kesepakatan itu dan merupakan salah satu pihak dalam pembicaraan yang bertujuan untuk menghidupkannya kembali. Israel mengatakan bahwa jika perjanjian itu dihidupkan kembali, maka perjanjian itu harus mencakup pembatasan yang lebih ketat dan menangani kegiatan militer non-nuklir Iran di seluruh kawasan.
Lapid menyebut JCPOA sebagai “kesepakatan berbahaya,” dengan mengatakan bahwa perjanjian itu tidak cukup keras dan tidak memiliki jangkauan yang cukup luas. [lt/em]