Presiden dan perdana menteri Georgia pada hari Minggu (26/5) saling mengecam dalam sebuah upacara yang menandai hari kemerdekaan negara tersebut di saat ketegangan antara kedua belah pihak masih terus berlanjut terkait sebuah undang-undang yang menurut para pengecamnya akan menghalangi kebebasan media dan merusak upaya Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Undang-undang tersebut akan mewajibkan kantor media dan organisasi non-pemerintah untuk mendaftarkan diri sebagai “menjalankan kepentingan kekuatan asing” jika mereka menerima lebih dari 20% anggarannya dari luar negeri. Para penentang aturan tersebut mengecamnya sebagai “hukum Rusia” karena peraturan serupa juga berlaku di negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin itu.
Protes besar telah berulang kali digelar di ibu kota Tbilisi saat undang-undang tersebut lolos dari parlemen. Setelah legislatif meloloskan RUU tersebut, Presiden Salome Zourabichvili memveto RUU tersebut pada 18 Mei, namun partai Impian Georgia pimpinan Perdana Menteri Irakli Kobakhidze dan para pendukungnya memiliki suara yang cukup di parlemen untuk mengesampingkan veto tersebut.
“Ketika momok Rusia membayangi kita, kemitraan dan pemulihan hubungan dengan Eropa adalah jalan yang benar untuk melestarikan dan memperkuat kemerdekaan dan perdamaian kita. Mereka yang menyabotase dan merusak jalan ini menginjak-injak dan merusak masa depan yang damai dan aman di negara kita, menghalangi jalan untuk menjadi anggota sepenuhnya dari dunia yang bebas dan demokratis,” kata Zourabichvili pada upacara yang merayakan ulang tahun ke-106 deklarasi kemerdekaan Georgia dari Rusia.
Pada kesempatan yang sama, Kobakhidze memuji perkembangan Georgia dan mengecam keras Zourabichvili.
BACA JUGA: Parlemen Georgia Loloskan Undang-undang “Pengaruh Asing,” Demonstrasi Meluas“Persatuan dan langkah-langkah yang masuk akal dari rakyat dan pemerintah terpilihlah yang memberi kita kesempatan untuk mempertahankan perdamaian di negara ini dalam dua tahun terakhir meskipun terdapat ancaman dan berbagai pengkhianatan, termasuk pengkhianatan oleh presiden Georgia,” katanya.
Pada malam harinya, ribuan penentang undang-undang tersebut berbaris di sepanjang area di salah satu jalan utama ibu kota. Beberapa demonstrasi sebelumnya yang digelar untuk menentang undang-undang tersebut telah menyebabkan bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi.
Badan kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan bahwa “pengesahan undang-undang tersebut berdampak negatif terhadap kemajuan Georgia di jalur [menjadi anggota] Uni Eropa.” Sejumlah kritikus mengatakan bahwa undang-undang itu mungkin didorong oleh Rusia untuk menggagalkan peluang Georgia berintegrasi dengan Barat lebih jauh.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Kamis (23/5) lalu mengumumkan bahwa larangan perjalanan akan diberlakukan kepada para pejabat Georgia “yang bertanggung jawab atau terlibat dalam merongrong demokrasi di Georgia” dan “tetap berharap bahwa para pemimpin Georgia akan mempertimbangkan kembali rancangan undang-undang tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk bergerak maju dengan aspirasi demokratis dan Euro-Atlantik negara mereka.” [my/jm]