PM Turki Recep Tayyip Erdogan hari Minggu (23/3) mengatakan bahwa dirinya yang telah memerintahkan penutupan operasi Twitter di Turki.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan memastikan bahwa ia yang memerintahkan penutupan operasi Twitter di Turki.
Dalam acara kampanye di Istanbul hari Minggu (23/3) menjelang pemilu di 30 daerah pemilihan, Erdogan mengatakan ia telah memerintahkan penghentian operasi Twitter karena tidak mengikuti aturan di Turki.
Sebelumnya pemerintah Turki mengatakan otorita telekomunikasi telah memblokir Twitter berdasarkan perintah pengadilan. Namun langkah itu dilakukan setelah Erdogan mengancam untuk “mencabut akar” situs itu.
Erdogan mengatakan Twitter telah menerapkan standar ganda, menutup akun-akun apabila dikehendaki Amerika atau Inggris tetapi membela kebebasan jika menjadi masalah di Turki, Ukraina atau Mesir. Erdogan dikutip sebagai mengatakan “Turki bukan negara boneka”.
Meskipun diblokir, banyak warga Turki menemukan cara-cara lain untuk tetap men-tweet.
Hari Sabtu (22/3) pemerintah Turki menuduh Twitter memungkinkan pembunuhan karakter secara sistematis, sehari setelah pengguna media sosial dengan mudah menghindari upaya pemerintah memblokir akses ke jaringan tersebut.
Tindakan tegas dilakukan setelah tautan ke rekaman penyadapan, yang diduga mengindikasikan korupsi, diunggah ke Twitter, sehingga mempermalukan pemerintah Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menjelang pemilihan umum lokal pada 30 Maret.
Upaya pemerintah menutup layanan itu menjadi bumerang Jumat, karena banyak pengguna mencari cara untuk terus mengirim pesan melalui jaringan tersebut dan mengejek pemerintah, menilai upaya penyensoran itu sia-sia.
Menteri Luar Negeri Swedia melalui Twitter menyerukan bahwa upaya Turki memblokir jaringan sosial media network adalah sesuatu yang ``bodoh.'' Menlu Carl Bildt mengatakan pemblokiran ini ``tidak akan berhasil dan bahkan akan berdampak buruk bagi pemerintah.''
Bildt, yang dikenal sangat aktif di jejaring Twitter, mengungkap hal ini Sabtu, sehari setelah Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan melontarkan pemblokiran jejaring ini.
Pemblokiran ini terjadi menyusul berita dan link yang berkembang di Twitter mengenai rekaman pembicaraan yang menyudutkan Erdogan dan pejabat Turki lainnya dalam kasus korupsi, termasuk peristiwa di mana Erdogan memerintahkan anaknya memindahkan sejumlah besar uang dari kediamannya di tengah penyelidikan polisi yang sedang berjalan.
Dalam acara kampanye di Istanbul hari Minggu (23/3) menjelang pemilu di 30 daerah pemilihan, Erdogan mengatakan ia telah memerintahkan penghentian operasi Twitter karena tidak mengikuti aturan di Turki.
Sebelumnya pemerintah Turki mengatakan otorita telekomunikasi telah memblokir Twitter berdasarkan perintah pengadilan. Namun langkah itu dilakukan setelah Erdogan mengancam untuk “mencabut akar” situs itu.
Erdogan mengatakan Twitter telah menerapkan standar ganda, menutup akun-akun apabila dikehendaki Amerika atau Inggris tetapi membela kebebasan jika menjadi masalah di Turki, Ukraina atau Mesir. Erdogan dikutip sebagai mengatakan “Turki bukan negara boneka”.
Meskipun diblokir, banyak warga Turki menemukan cara-cara lain untuk tetap men-tweet.
Hari Sabtu (22/3) pemerintah Turki menuduh Twitter memungkinkan pembunuhan karakter secara sistematis, sehari setelah pengguna media sosial dengan mudah menghindari upaya pemerintah memblokir akses ke jaringan tersebut.
Tindakan tegas dilakukan setelah tautan ke rekaman penyadapan, yang diduga mengindikasikan korupsi, diunggah ke Twitter, sehingga mempermalukan pemerintah Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menjelang pemilihan umum lokal pada 30 Maret.
Upaya pemerintah menutup layanan itu menjadi bumerang Jumat, karena banyak pengguna mencari cara untuk terus mengirim pesan melalui jaringan tersebut dan mengejek pemerintah, menilai upaya penyensoran itu sia-sia.
Menteri Luar Negeri Swedia melalui Twitter menyerukan bahwa upaya Turki memblokir jaringan sosial media network adalah sesuatu yang ``bodoh.'' Menlu Carl Bildt mengatakan pemblokiran ini ``tidak akan berhasil dan bahkan akan berdampak buruk bagi pemerintah.''
Bildt, yang dikenal sangat aktif di jejaring Twitter, mengungkap hal ini Sabtu, sehari setelah Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan melontarkan pemblokiran jejaring ini.
Pemblokiran ini terjadi menyusul berita dan link yang berkembang di Twitter mengenai rekaman pembicaraan yang menyudutkan Erdogan dan pejabat Turki lainnya dalam kasus korupsi, termasuk peristiwa di mana Erdogan memerintahkan anaknya memindahkan sejumlah besar uang dari kediamannya di tengah penyelidikan polisi yang sedang berjalan.