Dalam pidato peringatan hari kemerdekaan negaranya, Kamis (15/8), Perdana Menteri India Narendra Modi membela keputusannya yang kontroversial mencabut status semi-otonomi wilayah Kashmir yang disengketakan.
Bagian Kashmir yang dikuasai India, wilayah di pegunungan Himalaya yang mayoritas penduduknya Muslim, bagai kota mati sejak 4 Agustus, ketika New Delhi mengerahkan puluhan ribu pasukan tambahan ke wilayah itu dan memutus semua komunikasi masuk dan keluar Kashmir. Ratusan pimpinan Kashmir juga ditempatkan dalam tahanan rumah untuk meredam reaksi kekerasan yang meluas.
Dalam pidato yang disampaikan dari Gerbang Lahore di Benteng Merah yang bersejarah di New Delhi, Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan "pengaturan lama" di Jammu, Kashmir dan Ladakh menyebabkan perpecahan di negara ini:
"Dalam 70 tahun ini, pengaturan ini telah memberi kekuatan pada separatisme, melahirkan terorisme, membiakkan nepotisme dan terbukti berhasil memberi kekuatan pada fondasi korupsi dan diskriminasi," kata Modi.
BACA JUGA: Indonesia Minta India dan Pakistan Utamakan Dialog Dalam Isu KashmirModi mengatakan, berdasar undang-undang yang baru, setiap orang India dapat dengan bangga mengatakan "Satu Bangsa, Satu Konstitusi." Tetapi menurut kritikus, undang-undang baru itu juga memungkinkan orang dari mana saja di India membeli properti di Kashmir, meningkatkan kekhawatiran itu akan menyingkirkan Muslim yang mayoritas di sana.
Dewan Keamanan PBB diperkirakan mengadakan sidang tertutup hari Jumat, membahas situasi di Kashmir. Duta Besar Polandia Joanna Wronecka, ketua dewan itu untuk Agustus, mengukuhkan kepada VOA hari Rabu bahwa sidang itu diminta oleh Tiongkok. Itu akan menjadi debat pertama PBB tentang Kashmir sejak tahun 1971.
Sementara itu, pada akun Twitternya hari Kamis, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengeluarkan peringatan bahwa negara tetangga dan musuh bebuyutan negaranya itu mungkin merencanakan "pembantaian etnis & pembersihan umat Islam seperti terjadi di Srebrenica," merujuk pada pembantaian tahun 1995 terhadap ribuan etnis Muslim, terutama laki-laki dan anak laki-laki, dalam perang Bosnia di Eropa.(ka/jm)