PM Jepang Bela Kebijakannya Lawan Teroris

PM Jepang Shinzo Abe saat memberikan keterangan di depan anggota parlemen di Tokyo, Rabu 28/1 (foto: dok).

PM Jepang Shinzo Abe membela kebijakannya untuk melawan teroris dalam acara debat di parlemen hari Senin (2/2).

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membela kebijakannya untuk melawan teroris, sementara bendera di depan kantornya masih berkibar setengah tiang sebagai belasungkawa atas kematian dua warga Jepang yang dipenggal ISIS pekan lalu.

Dalam debat di parlemen hari Senin (2/2), Abe menjawab beberapa pertanyaan tentang bagaimana menangani krisis sandera yang berakhir tragis dengan pemenggalan wartawan Jepang Kenji Goto oleh para ekstrimis.

Abe mengatakan pengumuman bantuan non-militer bernilai 200 juta dolar guna melawan kelompok ISIS yang disampaikan dalam lawatannya ke Timur Tengah beberapa hari sebelum militan ISIS menyampaikan tuntutan uang tebusan bernilai sama bagi pembebasan dua warga Jepang itu, adalah untuk menunjukkan komitmen kuat Jepang dalam melawan teroris dan mempertahankan perdamaian dan stabilitas di kawasan.

Beberapa anggota parlemen mempertanyakan keputusan itu dengan mengatakan Abe seharusnya lebih hati-hati dan tidak menyebut nama ISIS.

Menjawab pertanyaan dari kelompok oposisi itu, Abe memastikan bahwa ia tahu tentang situasi penyanderaan itu ketika menyampaikan pengumuman tersebut. Abe mengatakan ia memang ingin mempublikasikan bantuan Jepang untuk melawan ekstrimis dan menolak gagasan agar lebih hati-hati.

Abe mengatakan tidak menilai ada peningkatkan resiko teroris setelah ancaman yang disampaikan ISIS dalam videonya, yang bertekad akan terus menarget warga Jepang dan menjadikan pisau yang membunuh Goto sebagai “mimpi buruk” bagi Jepang. Abe menegaskan “teroris adalah pelaku kejahatan dan kita bertekad memburu serta meminta pertanggungjawaban mereka”.

Meskipun demikian Jepang memerintahkan peningkatakan keamanan di seluruh bandara dan transportasi publik, juga di fasilitas-fasilitas Jepang di luar negeri – seperti kedutaan besar dan sekolah-sekolah. Pemerintah Jepang juga telah menyerukan kepada wartawan dan warga Jepang di sekitar wilayah konflik karena khawatir resiko penculikan dan ancaman lain.