Pertumbuhan ekonomi Singapura diperkirakan akan melambat tahun ini, tetapi negara itu “akan bisa menghindari kontraksi ekonomi,” kata Perdana Menteri Lee Hsien Loong, Minggu (30/4).
Kinerja ekonomi negara kota di Asia Tenggara itu sering dijadikan barometer kondisi ekonomi global karena ketergantungan Singapura pada perdagangan dengan seluruh dunia.
Dalam pesan tahunan untuk memperingati Hari Buruh atau May Day, Lee mengatakan ada harapan inflasi akan menurun pada paruh kedua tahun ini dan angka-angka penghematan “masih bisa diatasi.”
“Namun, lingkungan eksternal kita masih bergejolak, diwarnai oleh ketegangan-ketegangan geopolitik yang serius,” kata Lee memperingatkan. Dia merujuk pada risiko resesi di Barat di mana suku bunga terus mengalami kenaikan untuk memerangi inflasi.
“Sistem perdagangan multilateral secara progresif digerogoti oleh meningkatnya sentimen nasionalisme dan proteksionisme yang mempengaruhi perdagangan dan kerja sama internasional.”
BACA JUGA: Akankah Penggunaan Mata Uang Lokal Anggota ASEAN Memperkuat Stabilitas?Perekonomian Singapura tumbuh 3,6 persen pada 2022, melambat dari 8,9 persen pada 2021.
Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) mengatakan produk domestik bruto (PDB) negara itu diperkirakan akan tumbuh antara 0,5 persen hingga 2,5 persen tahun ini.
Lee menambahkan kota negara itu harus beradaptasi dengan gangguan-gangguan ekonomi dari industri-industri dan teknologi-teknologi yang berkembang.
“Kelangsungan hidup Singapura tergantung pada keterbukaan kita dan bisnis dengan dunia,” kata Lee.
“Ini artinya terus mentransformasi industri kita, meningkatkan kapabilitas yang sudah ada dan membangun yang baru seiring dengan kita melangkah menuju pasar-pasar pertumbuhan.” [ft]