Perdana Menteri Pakistan, Rabu (10/1) menyerukan upaya terpadu untuk mengatasi penyakit menular global seperti COVID-19 dan keadaan darurat yang disebabkan oleh perubahan iklim, hampir 1,5 tahun setelah banjir dahsyat yang menewaskan 1.700 orang di negaranya.
Perwakilan dari 70 negara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan organisasi-organisasi internasional lainnya menghadiri pertemuan puncak dua hari itu. Pertemuan itu berlangsung sewaktu laporan-laporan menunjukkan bahwa jutaan orang yang kehilangan rumah mereka akibat banjir masih tinggal di tenda selama dua musim dingin berturut-turut.
Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2022, yang dimulai pada pertengahan Juni tahun itu dan menurut para ahli sebagian disebabkan oleh perubahan iklim, pernah menyebabkan sepertiga wilayah Pakistan terendam.
Penjabat Perdana Menteri Anwaar-ul-Haq Kakar mengatakan pada pertemuan di Islamabad itu bahwa “tidak ada negara di dunia, betapapun kuatnya negara tersebut, yang dapat menghadapi tantangan seperti itu” sendirian.
Kakar mengatakan Pakistan adalah negara kedelapan yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim. Ia mengatakan meskipun negara-negara maju mempunyai sistem yang mampu merespons keadaan darurat kesehatan secara tepat waktu, negara-negara berkembang masih belum mempunyai sistem serupa.
Puluhan negara dan lembaga internasional pada konferensi internasional di Jenewa pada bulan Januari 2023 menjanjikan lebih dari $9 miliar untuk membantu Pakistan pulih dan membangun kembali setelah mengalami banjir musim panas.
Menurut badan amal Islamic Relief yang berbasis di Inggris, kemajuan yang dicapai terlalu lambat, dengan perkiraan hanya 5% rumah yang rusak dan hancur yang berhasil dibangun kembali. Badan itu mengemukakan bahwa banyak penyintas banjir di pedesaan merasa ditinggalkan, dan krisis kesehatan mental semakin memburuk di beberapa komunitas.
Konferensi donor tersebut “secara luas dipandang sukses, namun sebagian besar dana yang dijanjikan belum menjangkau masyarakat di lapangan,” kata badan tersebut. Islamic Relief mengatakan bahwa jutaan orang masih tinggal di tenda-tenda atau tempat penampungan sederhana, tanpa akses terhadap kehidupan yang layak atau layanan dasar. [ab/uh]