Perdana Menteri Thailand pada Selasa (3/10) mengumumkan pembentukan sebuah komisi yang ditugaskan untuk meninjau amendemen konstitusi yang dirancang militer, tetapi mengesampingkan perubahan apa pun pada bagian-bagian yang kontroversial terkait dengan kerajaan.
Pemerintahan baru Perdana Menteri Srettha Thavisin mulai menjabat pada Agustus setelah berbulan-bulan perselisihan politik, dan menjanjikan reformasi konstitusi menjelang pemilihan umum bulan Mei.
Konstitusi yang berlaku saat ini dirancang pada 2017 setelah kudeta militer 2014, dan sangat menekankan kekuasaan pada para pejabat militer dan mereka yang menduduki jabatan bukan melalui proses pemilu.
Partai Pheu Thai yang dipimpin Srettha berjanji untuk mengadakan referendum mengenai perubahan konstitusi, dan mengatakan kepada para pemilih bahwa konstitusi tersebut digunakan untuk memperpanjang kekuasaan junta saat itu.
Pada Selasa (3/10), Srettha menunjuk komisi beranggotakan 35 orang untuk melakukan studi kelayakan untuk mengadakan referendum untuk mengamendemen konstitusi.
“Kita menetapkan jangka waktu tiga hingga empat bulan, atau setidaknya sebelum tahun baru, untuk menyelesaikan referendum itu,” kata Wakil Perdana Menteri Phumtham Wechayachai.
Komisi tersebut terdiri dari perwakilan pemerintah dan oposisi, serta akademisi, aktivis politik dan pakar hukum, katanya pada konferensi pers.
Phumtham mengatakan prosesnya bisa memakan waktu lebih dari tiga tahun, namun hal itu terbuka untuk diskusi publik.
Ia mengatakan kabinet akan menyetujui dan menyampaikan rekomendasi komisi itu kepada KPU sebelum referendum.
BACA JUGA: PM Baru Thailand: Pemerintahannya Akan Segera Atasi Masalah EkonomiNamun konstitusi baru tersebut tidak akan mengubah apapun terkait kerajaan.
“Kami tidak akan menyentuh Bab I dan Bab II termasuk hak prerogatif Kerajaan dalam pasal-pasal lainnya,” kata Phumtham.
Raja Maha Vajiralongkorn dan keluarga dekatnya dilindungi oleh beberapa undang-undang lese-majeste yang paling ketat di dunia, yang pelanggarnya dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.
Protes jalanan yang dipimpin oleh kaum muda pada 2020 menimbulkan seruan yang belum pernah terjadi sebelumnya mengenai perubahan kekuasaan dan hak-hak istimewa raja.
Komisi tersebut diperkirakan akan mengadakan pertemuan pertamanya minggu depan. [ab/uh]