Masih tingginya angka kasus positif corona di Indonesia memasuki bulan ke enam pandemi, memicu pertanyaan soal efektif tidaknya upaya pemerintah menekan laju perebakan. Ini juga tidak terlepas dari masih rendahnya angka uji medis dan pelacakan, yang merupakan salah satu dasar pengambilan kebijakan penanganan virus mematikan ini.
Pendiri KawalCOVID19, Ainun Najib, menyebut upaya pelacakan dan pengetesan masyarakat untuk mengetahui sejauh mana penyebaran virus corona, perlu ditingkatkan dan diperluas sehingga diketahui wilayah yang masih terdampak dan tindakan yang harus diambil. Ia menilai Indonesia masih ada di tahap awal pandemi.
“Angka-angka kita ini masih terlalu rendah, angka tes kita terlalu rendah, angka rasio lacak kita juga terlalu rendah, untuk kita akan berhasil mengurung dan mengalahkan wabah ini. Jadi kami optimis bangsa Indonesia bisa dan semoga pemerintah kita juga bisa lebih serius lagi meningkatkan testing dan lacak,” ungkap Ainun Najib.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, dr. Achmad Yurianto, mengakui belum maksimalnya pelacakan di berbagai daerah di Indonesia ini karena adanya perbedaan karakteristik dan beban masalah yang dihadapi. Kapabilitas daerah yang tidak sama dalam menangani corona, khususnya dalam penyediaan alat tes PCR, serta kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia yang menjalankan testing, perlu menjadi perhatian serius.
“Kapasitas betul, belum merata. Beberapa daerah mampu membeli PCR, mesinnya, tetapi tidak mampu menciptakan SDM-nya, sehingga tidak berjalan dengan maksimal. Ini juga menjadi sesuatu yang harus kita pikirkan, bahwa penyelesaian (rendahnya) testing bukan membeli mesin sebanyak-banyaknya, dibalik mesin itu ada SDM yang spesifik, yang khusus harus mengerjakan," katanya.
"Selama ini kita mengaggap bahwa untuk analis laboratorium kesehatan bukan sesuatu yang lebih menarik dibandingkan dengan layanan kesehatan, misalnya dengan kebidanan, dengan keperawatan dan sebagainya, sehingga memang produknya sedikit sekali,” tambah Achmad Yurianto.
Your browser doesn’t support HTML5
Eijkman Minta Semua Pihak Bersabar
Vaksin anti virus corona merupakan salah satu upaya dalam menangani perebakan virus, yang saat ini sedang dilakukan uji klinis. Deputi Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Eijkman, Prof. Herawati Sudoyo, memastikan proses dan tahapan uji klinik terhadap kandidat vaksin virus corona ini telah berjalan sesuai tahapan yang telah ditentukan.
Namun, Herawati meminta semua pihak bersabar dan menunggu selesainya uji klinik pada vaksin, agar vaksin yang dihasilkan nanti dapat difungsikan sesuai harapan. Dari hampir 150 kandidat vaksin yang ada, semua dalam tahap percepatan uji klinis menuju penerapan.
“Kami sudah berkomunikasi dengan industri dan Badan POM, sehingga mereka itu benar-benar tahu step by step yang kita lalui. Karena kita tidak ingin bahwa setelah semuanya selesai, tahu-tahunya kita ada satu tahap diperlukan, sebenarnya suatu program atau suatu fase dalam urusan uji klinik nantinya," katanya
"Nah, dengan melibatkan semuanya mulai dari awal, diharapkan bahwa ini semua akan lebih lancer. Tetap mengindahkan aturan-aturan uji klinik yang berlaku,” terang Prof. Herawati Sudoyo.
Zonasi Terbukti Tak Efektif
Ahli epidemiologi, Pandu Riono, mengatakan pengendalian penyebaran virus corona selama enam bulan ini dinilai belum berhasil. Pandu mengatakan perlu ada peningkatan kapasitas layanan primer sebagai bagian dari surveillance, yang dipadukan dengan pelacakan kasus serta isolasi pada orang atau wilayah yang terdampak, sebagai upaya memperlambat perebakan virus corona. Penentuan zonasi merah, kuning dan hijau, kata Pandu, malah memunculkan persepsi pada masyarakat yang justru akan mengurangi kewaspadaan.
Pandu menyebut zonasi yang ditetapkan tidak merefleksikan kondisi sesungguhnya, karena mobilitas masyarakat masih sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Pemerintah dan masyarakat diminta tetap waspada tanpa terpengaruh perubahan status zonasi suatu wilayah hingga enam bulan kedepan, karena virus corona masih belum ada obat atau vaksinnya sampai saat ini.
BACA JUGA: Satgas Covid-19 Akui Belum Bisa Kendalikan Laju Penularan Corona“Waspadalah bahwa ini adalah silent transmition, bisa terjadi dimana saja di luar gedung, di dalam gedung. Kalau mau melakukan kegiatan sosial ekonomi, jangan melihat zonasi, anggap saja semuanya berisiko sehingga semua waspada melakukan perilaku 3 M, memakai masker, manjaga jarak, dan mencuci tangan, karena itu vaksin yang kita punya sekarang itu," kata Pandu.
"Jangan mengharapkan vaksin yang berikutnya, karena yang kita bisa kerjakan sekarang dalam enam bulan mendatang adalah memperkuat surveillance, dan meningkatkan perilaku 3 M tadi, kombinasi itu kita bisa menekan banyak sekali penularan,” lanjutnya. [pr/em]