Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan lebih jauh mengatakan telah memeriksa enam saksi dan melakukan gelar perkara untuk menetapkan status tersangka.
“Salah satu yang sangat aktif, yang membuat provokasi di dalam maupun di luar negeri, untuk menyebarkan hoaks dan provokasi. Hasil gelar perkara memutuskan, dari bukti-bukti dan hasil pemeriksaan saksi ada enam, tiga saksi dan tiga saksi ahli, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, atas nama VK, Veronica Koma. Pasalnya berlapis, yaitu Undang-undang ITE, KUHP 160, Undang-undang 1 Tahun 1946, dan Undang-undang nomor 40 Tahun 2008. Jadi kita ada 4 Undang-undang yang kami lapis,” kata Irjen Pol. Luki Hermawan.
Veronica Koman merupakan pendamping hukum mahasiswa Papua di Surabaya, yang tergabung dalam Kuasa Hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Ia juga menjadi pengacara bagi para pencari suaka di Indonesia.
Luki menambahkan, polisi telah memiliki sejumlah bukti terkait provokasi yang dilakukan Veronica Koman, yang bersangkutan saat ini sedang berada di luar negeri. Sebelumnya Veronica Koman dipanggil sebanyak dua kali sebagai saksi atas tersangka Tri Susanti, atas kasus ujaran kebencian dan ungkapan rasis, pada pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya.
“Yang sementara ini kita ada lima, ada lima postingan yang memang ini sangat-sangat provokasi dan ini diberitakan bukan hanya di dalam, tapi di luar. Yang jelas kita akan bekerja sama dengan tim dari satgasnya Mabes Polri, sedangkan satgas BIN juga kami akan koordinasi karena ini sudah menyangkut keamanan dari pada negara kita, karena ini sudah melibatkan, ada pihak-pihak dari luar yang membuat dimungkinkan terkait dengan kasus ini,” lanjut Luki.
Sementara itu, terkait kasus pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Fatkhul Khoir, menyebut pihak kepolisian telah bekerja maksimal dalam memeriksa dan menetapkan tersangka.
Fatkhul Khoir mengatakan, harus ada proses hukum yang menyeluruh dan transparan, untuk mengetahui siapa saja yang bersalah dalam kasus itu. Proses hukum yang tegas, transparan dan menyeluruh, diyakini akan dapat memberikan informasi secara berimbang dan tidak simpang siur, terkait motif dan latar belakang peristiwa ini.
Your browser doesn’t support HTML5
“Saya kira memang harus ada proses hukum secara menyeluruh agar kemudian masalah ini terang benderang, jadi siapa yang bersalah dalam konteks kasus ini, kemudian proses hukum harus berjalan dengan baik, jadi tidak berpihak kepada salah satu kelompok, jadi harus secara terus menerus untuk prosesnya itu,” ujar Fatkhul Khoir.
Upaya VOA untuk menghubungi Veronika Koman selama beberapa hari terakhir belum membuahkan hasil, karena telepon dan pesan teks tidak dijawab. [pr/em]