"Sudah hampir satu bulan, tidak ada guru yang mengajar anak kami," ungkap salah satu orang tua murid yang sedang mengadu kepada KPAI dalam diskusi mediasi perihal nasib SDN Pondok Cina (Pocin) 1 di Depok, Jawa Barat pertengahan Desember lalu.
SDN Pocin 1 yang terletak di Jalan Margonda, Beji, Depok mendadak menjadi sorotan, setelah Wali Kota Depok, Mohammad Idris pertengahan November lalu mengumumkan akan menggusur sekolah dasar tersebut guna membangun masjid. Rencana tersebut menuai banyak kecaman, tidak terkecuali dari orang tua murid yang anaknya mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.
Saat VOA mengunjungi SDN Pocin 1 pekan lalu, suasana sekolah masih terlihat ramai. Sejumlah orang tua yang khawatir akan masa depan sekolah itu dan nasib pendidikan anak mereka, tampak duduk di depan pagar sekolah. Mereka berjaga-jaga, menghindari pengusiran paksa anak-anak mereka oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Depok.
“Karena tidak pakai sosialisasi. Bilangnya sosialisasi, bukan mediasi jadi orang tua siswa tidak diajak berdiskusi sebenarnya. Jadi mereka (Pemkot Depok.red) sudah sosialisasi, artinya sudah ada keputusan. Jelas orang tua siswa diminta untuk ikuti saja. Kami tidak mau, karena belum ada kata kesepakatan dari orang tua, jangan main gusur saja,” ungkap Roro Arini, salah satu orang tua murid yang anaknya bersekolah disana. Ia enggan merinci identitas anaknya karena khawatir dengan aksi pembalasan.
Namun secara terang-terangan Arini mengatakan Pemkot Depok tidak pernah sekalipun menunjukkan Surat Keputusan (SK) untuk merelokasi sekolahan guna pembangun masjid.
Arini dan orang tua murid lainnya sebenarnya setuju dengan rencana pembangunan masjid, namun yang menjadi masalah adalah belum dipersiapkannya sekolah pengganti. Pemkot Depok hanya memberikan solusi yakni memindahkan peserta didik ke dua sekolah di dekat SDN Pocin 1, yakni SDN Pocin 3 dan SDN Pocin 5. Menurutnya, kedua SD tersebut tidak cukup untuk menampung siswa SDN Pocin 1 yang berjumlah 362 anak dan terbagi ke dalam 12 kelompok belajar (kelas 1 hingga 6 terbagi menjadi kelas A dan B).
Cici Karunia, yang anaknya duduk di kelas 4 SD Pocin 1 menuturkan bahwa sekolah dasar yang sudah berdiri sejak akhir tahun 70’an itu tidak seharusnya dirobohkan. “… ini sekolah sudah lama berdiri di sini. Harusnya ini menjadi cagar budaya, diperbagus, dipertahankan. Seperti itu yang kami katakan kepada mereka (Pemkot Depok.red). Namun mereka bilang, katanya sekolah tidak boleh di pinggir jalan. Karena faktor keamanan, kenyamanan dan lain-lain,” terang Cici.
Namun pihak Pemkot Depok beralasan relokasi perlu dilakukan karena masalah keselamatan anak-anak.
Menurut Cici, jika memang keselamtan anak-anak yang menjadi pertimbangan, mengapa pemkot tidak membangun jembatan penyebrangan. Selama ini, lanjut Cici, anak-anak yang bersekolah di SDN Pocin 1 jika ingin menyebrang jalan hanya dibantu satu atau dua polisi lalu lintas (polantas), yang dirasa kurang karena padatnya Jalan Margonda di jam-jam tertentu ,seperti di pagi atau sore hari.
Sama seperti Arini, walaupun terkesan terpaksa, Cici tidak keberatan jika memang harus dibangun masjid. Namun menurutnya harus ada sekolah lain yang disiapkan untuk menampung seluruh siswa SDN Pocin 1.
Ketidakjelasan SK ataupun keputusan yang dibuat oleh Pemkot Depok, membuat orang tua murid seperti Arini dan Cici bertahan di bangunan tersebut, bahkan beberapa orang tua bergantian menginap guna berjaga sewaktu-waktu utusan Pemkot Depok membongkar paksa sekolah tersebut.
KPAI: Mengabaikan Hak Pendidikan dan Perundungan Terhadap Anak
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti dalam keterangannya di depan wartawan usai bermediasi dengan orang tua murid di SDN Pocin tanggal 9 Desember lalu mengatakan Pemkot Depok telah mengabaikan kepentingan anak, dalam hal ini hak anak mendapatkan pendidikan yang layak. Menurutnya, sikap Pemkot Depok dapat menjadi contoh yang tidak baik bagi wilayah lainnya di Indonesia.
“Kalau saya melihat ini bukan lagi persoalan SDN Pocin 1 dengan Kota Depok, ini persoalan Indonesia. Karena kalau kita biarkan ini kesewenangan terjadi, seperti menggusur sekolah, mengabaikan kepentingan anak-anak, mengabaikan pendidikan anak-anak, bahkan mengabaikan psikologi anak-anak, menurut saya ini bisa menjadi preseden buruk. Jadi jangan sampai ini terulang di negeri ini,” ungkap Retno kepada wartawan.
Selain merenggut hak anak untuk memperoleh pendidikan, Retno juga menyampaikan bahwa anak-anak SDN Pocin 1 yang dipindah sementara ke dua lokasi berbeda yakni SDN Pocin 3 dan SDN 5 Pocin sudah mendapatkan perundungan dari siswa asal sekolah sementara tersebut. Baginya, perundungan jelas dapat menambah beban psikologis anak-anak SDN Pocin 1.
“… dan anak-anak (siswa SDN Pocin 1.red) sudah mendapati bully dari anak-anak lain di sekolah awal (sekolah Pocin 3 dan Pocin 5.red), kamu numpang ya? Itu secara psikologi anak-anak sudah terkena juga. Jadi menurut saya ini konfliknya menjalar hingga ke bawah, ke sesama anak-anak,” terang Retno.
Ditambahkannya, penggusuran sekolah adalah tindakan tidak dapat diterima apapun alasannya, termasuk demi pembangunan rumah ibadah. Retno menegaskan bahwa bukan berarti pihaknya tidak setuju dengan pembangunan rumah ibadah, namun jika dilihat dari manfaat kehadiran sekolah dirasa lebih penting, maka tidak seharusnya sarana pendidikan digusur atau diganti dengan sarana lain.
Ditanya VOA mengenai sejauh mana KPAI sudah berupaya menengahi polemik SDN Pocin 1 dengan Pemkot Depok, Retno menjawab bahwa pihaknya sudah melakukan mediasi ke berbagai pihak antara lain Kemendikbud Ristek. “Belum (dengan Pemkot Depok), tapi sudah bicara dengan Kemendikbud Ristek. Dari kami, mengirim surat rekomendasi agar anak-anak tetap bisa melanjutkan pembelajaran meskipun secara daring, anak-anak harus tetap menjalankan ujiannya, baik di sekolah Pocin 1 maupun daring,” jawab Retno.
Selain itu Retno juga berharap agar Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil tidak memberikan dana pembangunan rumah ibadah ke Pemkot Depok, dan tidak sekedar menangguhkan pembangunan masjid atau memberikan pilihan pemindahan siswa ke sekolah lain.
Gubernur Hentikan Dana Pembangunan Masjid
Harapan KPAI itu langsung dijawab Ridwan Kamil dengan menghentikan sementara pemberian dana pembangunan masjid, dan meminta pemerintahan Kota Depok untuk bermusyawarah dengan pihak-pihak yang berpolemik.
“Saya sudah kirim surat, intinya segala aspirasi daerah itu sangat kami perhatikan, asal selesaikan dulu urusan dinamika lahannya. Karena lahannya masih berdinamika, Saya kirim surat perihal dananya ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan,” terang Emil.
Pihaknya juga menginstruksikan Pemkot Depok agar lebih mengedepankan musyawarah yang berakhir dengan win-win solution. Emil juga menambahkan bahwa pendidikan tetap yang nomor satu, tidak ada kemaslahatan saat prosesnya masih ada perselisihan, tegas Emil.
Pendiri Pesantren Ekologi Bogor: Islam Mementingkan Aspek Pendidikan
Dalam kesempatan mediasi antara orang tua murid SDN Pocin 1 dengan KPAI baru-baru ini, hadir pula pendiri Pesantren Ekologi Bogor, Roy Murtadho. Diwawancarai VOA, Roy mengatakan bahwa Islam dan pendidikan adalah satu hal yang saling mendukung satu sama lain.
“… dalam perspektif Islam itu sendiri, sangat mementingkan aspek pendidikan. Banyak sekali ayat-ayat (Al Quran.red), bahwa Tuhan sendiri mengatakan bahwa (nabi) Adam dibimbing dan diajarkan oleh Tuhan tentang banyak nama-nama, betapa pentingnya bisa mengetahui, mengklasifikasi dan memverifikasi, itu prinsip dalam Islam,” jelas Roy.
Terkait penggusuran SDN Pocin 1 yang akan diganti dengan masjid, Roy menilai urgensi pembangunan sarana ibadah sedianya dilihat dari lingkungan sekitar. Berdasarkan pengamatannya, sepanjang Jalan Margonda sendiri sudah terdapat banyak masjid, sehingga tidak perlu harus mengorbankan sarana pendidikan seperti SDN Pocin 1 untuk digusur dan diganti menjadi sarana ibadah baru yakni masjid.
“Ya sebaiknya mereka (Pemkot Depok.red) mencari tempat lain, tidak kurang tempat (masih banyak lahan kosong.red). Atau kalau perlu ya sudah tidak usah. Masjid ada banyak disini (di sepanjang Jalan Margonda.red),” tegas Roy.
Ditambahkannya, jika Pemkot Depok ingin membuat sebuah warisan yang ingin diingat warganya, tidak perlu membawa nama Islam dalam tindakan politiknya. Tindakan brutal seperti penggusuran sekolah dasar, akan menjadi sejarah atau cerita buruk di masa yang akan datang, baik dari sisi pemkotnya sendiri maupun dari catatan tragedi pendidikan di Indonesia.
Pemkot Depok Tunda Relokasi
Kuatnya desakan masyarakat membuat Pemkot Depok menangguhkan relokasi SDN Pocin 1 ke tempat lain.
“… Kami memang sudah memutuskan, mendengar aspirasi dari para orang tua murid, siswa lalu juga pemerintah pusat memutuskan bahwa kami tunda untuk melakukan pemindahan siswa dari SDN Pondok Cina 1 ke tempat yang lain,” terang Wakil Walikota Depok, Imam Budi Hartono kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Balai Kota Depok 14 Desember.
Rencananya, Pemkot Bogor akan mengakomodir pembangunan SDN Pondok Cina 5 dengan menambah ruang belajar agar siswa SDN Pondok Cina 1 dapat pindah di satu tempat dan tidak ada yang belajar di siang hari. Sementara jika siswa masih ingin belajar di gedung SDN Pondok Cina 1, Pemkot Depok akan tetap menyediakan guru untuk membantu proses belajar para siswa. [iy/em]