Ratusan polisi, Kamis pagi (2/5) bergerak memasuki kamp protes pro-Palestina di University of California, Los Angeles (UCLA). Mereka membongkar barikade dan menangkap beberapa orang setelah mengeluarkan perintah agar orang-orang meninggalkan tempat tersebut.
Tindakan polisi itu berlangsung selama beberapa jam. Polisi awalnya berdiri di dekat kamp protes dan sempat mendesak masuk ke area itu sebelum mundur, sementara para pengunjuk rasa bersorak sorai.
Sekitar satu jam kemudian, polisi dalam kelompok yang lebih besar datang kembali. Mereka awalnya dihalang-halangi di salah satu ujung alun-alun oleh ratusan pengunjuk rasa yang memadati tangga dan jalan-jalan menuju tempat itu, namun polisi yang berkumpul di kamp utama dari arah berlainan dengan cepat membongkar kayu lapis, pagar logam dan tenda-tenda.
Para pengunjuk rasa, yang menuntut universitas agar melakukan divestasi dari Israel, meneriakkan “protes damai” sewaktu polisi yang dilengkapi dengan helm, penutup wajah dan tongkat berupaya mendorong orang keluar dari area tersebut.
Protes di UCLA adalah satu dari banyak demonstrasi pro-Palestina di kampus-kampus perguruan tinggi di berbagai penjuru Amerika, yang menyebabkan ratusan orang ditangkap.
Demonstrasi Pro-Palestina di Kampus-Kampus Seantero AS
Polisi di New Hampshire melakukan penangkapan dan menyingkirkan tenda-tenda pada Rabu malam dan Kamis dini hari di Dartmouth College. Kamp protes pro-Palestina muncul di Dartmouth pada hari Rabu, saat administrator perguruan tinggi tersebut memperingatkan bahwa kamp semacam itu melanggar kebijakan institusi itu.
Dalam surat kepada komunitas kampus yang menyoroti kebijakan itu, Wakil Rektor bidang akademik David Kotz mengatakan lembaga itu “tetap sangat berkomitmen pada dialog lintas perbedaan dan terbuka serta bersedia terlibat dalam percakapan mengenai topik-topik sulit.” Dua mahasiswa ditangkap di Dartmouth pada Oktober lalu setelah mendirikan tenda, sebagai bagian dari protes yang menyerukan divestasi dari Israel.
Sekelompok mahasiswa Dartmouth yang memprotes penangkapan itu kemudian menggelar aksi mogok makan. Unjuk rasa solidaritas Gaza di kampus itu pekan lalu menarik kehadiran kurang dari 100 orang saja di kampus.
Di University of Texas di Dallas, polisi membersihkan kamp pro-Palestina setelah menangkap sedikitnya 17 orang.
Di New York, polisi menangkap sedikitnya 15 orang di Fordham University sewaktu membersihkan kamp protes pro-Palestina pada hari Rabu.
Di University of Minnesota, penyelenggara protes mengatakan perkemahan mereka akan berlanjut setelah mereka melakukan pembicaraan dengan penjabat rektor, Jeff Ettinger. Seperti di banyak perguruan tinggi lainnya, para demonstran meminta universitas agar melakukan divestasi dari Israel. Ettinger menggambarkan pembicaraan itu sebagai “dialog yang konstruktif.”
Administrator Columbia University hari Rabu mengatakan semua aktivitas akademik yang tersisa utnuk semester ini, yang hampir berakhir, akan dilangsungkan secara jarak jauh setelah protes yang mencakup pendudukan sebuah gedung kampus di sana. Polisi membersihkan para pengunjuk rasa Selasa malam dan menahan hampir 300 orang.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam pertemuan mengenai status negara Palestina di Majelis Umum PBB, Rabu, Duta Besar Israel di PBB Gilad Erdan mengutuk mahasiswa yang berunjuk rasa. “Kami selalu tahu bahwa Hamas bersembunyi di sekolah-sekolah, kita saja yang tidak menyadari bahwa ini bukan cuma sekolah di Gaza, tetapi juga di Harvard, Columbia dan banyak universitas ‘elite’ di AS,” kata Gilad Erdan.
Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre pada hari Rabu mengatakan kepada wartawan, orang “punya hak untuk melakukan protes damai selama hal ini sesuai dengan hukum dan berlangsung damai.”
“Kita berbicara tentang perlindungan bagi mahasiswa dan memastikan mereka merasa aman di kampus,” kata Jean-Pierre seraya menambahkan, “kita berbicara mengenai sekelompok kecil mahasiswa yang mengganggu kemampuan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman akademis.”
Ditambahkannya, pemerintahan Presiden Joe Biden “juga akan menyebut apa pun bentuk antisemitisme yang kita dengar, kita lihat, sebagai kebencian.”
Israel melancarkan serangan balasan di Gaza setelah Hamas, yang ditetapkan sebagai kelompok teror oleh AS, meluncurkan serangan mendadak di Israel selatan pada 7 Oktober. Menurut penghitungan Israel, kelompok militan itu membunuh sekitar 1.200 orang, kebanyakan warga sipil, dan menyandera sekitar 250 orang.
Israel, yang bertekad melenyapkan kontrol Hamas di Gaza, melancarkan serangan balasan dari darat dan udara, yang sejauh ini telah membunuh lebih dari 34.500 orang Palestina di wilayah di pesisir Laut Tengah itu. Dua per tiga korban tewas adalah perempuan dan anak-anak. [uh/em]