Polisi Myanmar Bubarkan Protes Mahasiswa dengan Kekerasan

Polisi Myanmar dengan senjata pentungan mengejar para pemrotes di Letpadan, 140 kilometer sebelah utara Rangoon, Selasa (10/3).

Ratusan polisi di Myanmar di kota Letpadan mengejar demonstran mahasiswa dengan pentungan, menendang dan memukuli mereka, sambil menyeret mereka ke dalam truk-truk.

Polisi Myanmar membubarkan mahasiswa pengunjuk rasa dengan kekerasan hari Selasa (10/3), mengakhiri konflik dengan aktivis yang menuntut reformasi pendidikan.

Polisi anti huru-hara menggunakan pentungan untuk memukul demonstran setelah mereka berusaha menerobos barikade polisi. Banyak demonstran dikejar dan ditendang atau dipukuli sewaktu dibawa ke truk-truk polisi.

Sebuah video dari lokasi kejadian terlihat menunjukkan polisi bertameng menggunakan tongkat dan melemparkan berbagai benda dalam upaya memecahkan kaca depan sebuah kendaraan yang digunakan para demonstran.

Pemimpin unjuk rasa Thiha Win Tin menyampaikan kepada VOA bahwa polisi menangkap sedikitnya 32 orang. Ia mengatakan banyak demonstran yang luka-luka dalam bentrokan itu.

Kelompok yang terdiri dari ratusan mahasiswa itu berangkat dari Mandalay bulan lalu. Mereka berupaya mendatangi Yangon, kota utama Myanmar, di mana mereka berniat untuk menekan pemerintah yang didominasi militer agar membatalkan undang-undang reformasi pendidikan yang baru.

Sejak pekan lalu, pawai itu terhenti di kota di Myanmar Tengah, Letpadan, sekitar 130 kilometer sebelah utara Yangon, di mana para demonstran dikepung polisi dan diperintahkan untuk berhenti.

Bentrokan tersebut terjadi beberapa jam setelah tokoh-tokoh mahasiswa mengatakan kepada VOA bahwa pemerintah setuju untuk mengizinkan para aktivis melanjutkan pawai protes mereka ke Yangon. Belum jelas mengenai kesepakatan itu dilanggar.

Tetapi Thiha Win Tin mengatakan kesepakatan itu tidak lagi berlaku. “Perjanjian tersebut telah berakhir. Mereka tidak lagi menyetujui apapun,” ujarnya.

Para mahasiswa menyatakan undang-undang itu akan mensentralisasi kontrol atas universitas-universitas di Myanmar. Mereka juga menginginkan lebih banyak anggaran pemerintah untuk pendidikan, serta kebebasan untuk mengorganisasi dosen dan mahasiswa.