Polisi Yogyakarta Didesak Tuntaskan Kasus Pembunuhan Udin

  • Nurhadi Sucahyo

Aksi Solidaritas Wartawan untuk Udin saat meluncurkan simbol perjuangan ungkap kasus terbunuhnya wartawan Fuad Muhammad Safruddin atau Udin, di kompleks DPRD Provinsi Yogyakarta, Selasa (13/8). (Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja)

Para jurnalis di Yogyakarta meminta kepolisian menuntaskan kasus pembunuhan terhadap rekan mereka Udin, yang tewas 17 tahun lalu.
Memperingati 17 tahun kematian wartawan Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin, para jurnalis di wilayah itu mendesak kepolisian menuntaskan kasus pembunuhan yang diduga berkaitan karena kasus korupsi yang ditulisnya itu.

Udin diserang seorang lelaki tidak dikenal pada 13 Agustus 1996 menjelang tengah malam di depan rumahnya. Laki-laki itu datang ke rumah Udin sebagai tamu, dan kemudian menganiaya Udin sampai ia koma. Tiga hari dirawat di rumah sakit, Udin akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada 16 Agustus 1996.

Kusno Setiyo Utomo dari Solidaritas Wartawan untuk Udin meyakini, polisi sebenarnya mampu menguak misteri pembunuhan keji tersebut. Sebagai bukti, ujarnya, adalah karena sampai saat ini, polisi tidak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) sebagai tanda bahwa kepolisian tidak mampu menangani sebuah kasus.

Di samping itu, kata Kusno, polisi pernah menyeret seseorang sebagai terdakwa, yang kemudian dinyatakan tidak bersalah di pengadilan. Artinya, tambah Kusno, polisi memiliki bukti pembunuhan, hanya belum menemukan pelaku sebenarnya.

“Polisi sampai sekarang belum pernah menyatakan itu kasus sulit. Kalau namanya sulit, tidak cukup alat bukti, bisa dihentikan, dengan SP3. Nyatanya dulu polisi menemukan tersangkanya, yang bernama Iwik, tetapi oleh pengadilan, itu tidak cukup bukti. Berarti pelakunya kan bukan Iwik. Tugas polisi untuk mencari pelaku yang sesungguhnya. Polisi itu mencari teroris yang tidak ada jejaknya saja ketemu, kok,” ujarnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Syamsudin Nurseha juga meyakini pihak kepolisian bisa menuntaskan kasus ini. Secara hukum, kasus ini hanya memiliki sisa waktu setahun untuk ditidaklanjuti, karena setelah melewati masa 18 tahun, sebuah kasus dapat ditutup proses penyidikannya.

Syamsudin sangat menyayangkan langkah kepolisian yang menggantung kasus pembunuhan Udin, karena dengan demikian tidak ada langkah hukum yang bisa dilakukan untuk menuntut polisi bekerja lebih keras.

“Kasus ini kan seperti digantung. Jadi, polisi juga kalau memang selama ini tidak ada bukti-bukti yang bisa mendukung untuk mengungkap kasus Udin. Secara hukum bisa saja polisi mengeluarkan SP3 atau menghentikan perkara pengusutan kasus Udin ini. Tetapi itu tidak dilakukan oleh polisi. Seharusnya jika memang polisi sudah bulat, bahwa berdasar penyelidikan memang tidak ditemukan bukti-bukti, bisa saja diterbitkan SP3 dan dengan begitu malah ada upaya hukum yang bisa kita lakukan,” ujarnya.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, AKBP Ani Pujiastuti mengatakan, kepolisian tidak akan berhenti menyelidiki kasus Udin. Setiap tambahan informasi sekecil apapun masih ditunggu untuk membantu pengusutannya. Mengenai waktu, Ani menegaskan, polisi tidak bisa diminta untuk berjanji kapan dapat menangkap pelaku, karena semua dilakukan sesuai koridor hukum.

“Kita berupaya mencari tambahan-tambahan keterangan, kemudian dari situ nanti kita akan pelajari kembali untuk kejadian saat itu, karena memang sudah dari 1996 sampai sekarang. Kita tetap profesional sesuai dengan koridor hukum yang ada, kita tidak berani menetapkan target hari dan tanggal berapa, tetapi kita akan terus berupaya,” ujarnya.

Sebelum tewas dibunuh, Udin menulis berita-berita terkait Bupati Bantul saat itu, Sri Roso Sudarmo, seorang purnawirawan militer. Dalam salah satu beritanya, Udin menulis bahwa agar bisa menjabat sebagai bupati lagi, Roso berjanji memberikan bantuan dana dalam jumlah sangat besar kepada salah satu yayasan milik almarhum mantan Presiden Soeharto.