Politisi Thailand Didakwa Hina Raja Karena Pernyataanya Soal Vaksin

Thanathorn Juangroongruangkit (tengah) dalam konferensi pers di Bangkok, 21 Januari 2020. (Foto: dok).

Polisi Thailand, Selasa (30/3), mendakwa Thanathorn Juangroongruangkit memfitnah kerajaan, setelah politisi oposisi itu menuduh pemerintah terlalu mengandalkan perusahaan milik kerajaan untuk memproduksi pasokan vaksin virus corona.

Polisi mengatakan Thanathorn telah melakukan lese majeste lewat pernyataannya yang ditayangkan secara langsung di Facebook Live. Saat itu, ia menuding pemerintah telah keliru menangani pengadaan vaksin dan memberi keuntungan yang tidak adil kepada perusahaan Siam Bioscience, yang dimiliki oleh Raja Maha Vajiralongkorn.

BACA JUGA: Meski Hadapi Gugatan, Tokoh Oposisi Thailand Bersumpah Perjuangkan Reformasi

Gugatan tersebut diajukan oleh pejabat Kantor Perdana Menteri Aphiwat Khantong, kata polisi. Pelanggaran lese majeste bisa dikenai hukuman hingga 15 tahun penjara.

Para pejabat tinggi kesehatan Thailand mendukung rencana pemerintah yang memungkinkan Siam Bioscience memproduksi 61 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca mulai Juni, sehingga menjadikannya pemasok utama dalam program imunisasi nasional.

Bendera nasional Thailand berkibar tertiup angin di depan gedung Srijulsup, lokasi kantor produsen vaksin virus Corona COVID-19 Siam BioScience, di Bangkok, 25 Januari 2021. (Foto: Mladen ANTONOV / AFP)

Siam Bioscience, yang belum pernah memproduksi vaksin, juga menerima subsidi pemerintah 600 juta baht (20 juta dolar AS) untuk mengembangkan kapasitas produksinya. Perusahaan itu tidak mengomentari kritik Thanathorn.

Polisi akan mengumpulkan bukti lebih lanjut sebelum mengajukan gugatan dengan melibatkan jaksa penuntut terhadap Thanathorn, yang pada Selasa tetap membela komentarnya. "Pernyataan saya membuahkan hasil positif karena mendorong pemerintah meninjau kembali kebijakan terkait vaksin untuk mengendalikan virus corona," katanya kepada wartawan.

Dakwaan terhadap Thanathorn muncul saat para pemimpin protes pro-demokrasi lainnya berada di penjara, menunggu persidangan atas tuduhan menghina kerajaan. Gerakan yang dipimpin pemuda, yang muncul tahun lalu dalam usaha menyingkirkan Perdana Menteri dan mantan pemimpin kudeta Prayuth Chan-ocha, telah melanggar tabu lama dengan secara terbuka menyerukan reformasi kerajaan. Mereka mengatakan konstitusi yang dirancang militer memberi raja terlalu banyak kekuasaan. [ab/ka]