Polri: Maklumat Kapolri Tidak Batasi Kebebasan Pers dan Berpendapat

Jurnalis anggota AJI dan PPMI Kota Solo berorasi dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Monumen Pers, Solo, Jumat (3/5/2019). (Foto: AJI Solo)

Kepolisian Indonesia mengklaim Maklumat Kapolri tentang larangan penggunaan simbol, atribut dan penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tidak merampas kebebasan pers dan kebebasan berpendapat masyarakat.

Juru bicara Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan komunitas pers tidak perlu risau atas terbitnya Maklumat Kapolri tentang larangan penggunaan simbol, atribut dan penghentian kegiatan FPI. Ini disampaikan Ramadhan dalam menyikapi protes dari komunitas pers dan masyarakat sipil atas terbitnya Maklumat Kapolri ini.

Menurutnya, aturan ini tidak merampas kebebasan pers dan kebebasan berpendapat masyarakat yang telah dijamin Undang-undang dan konstitusi.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Ahmad Ramadhan saat konferensi pers di Jakarta, Senin, 14 Desember 2020. (Foto:VOA/Sasmito Madrim)

"Sepanjang memenuhi kode etik jurnalistik, media dan penerbitan pers tidak perlu risau karena media dilindungi Undang-Undang Pers. Kebebasan berpendapat tetap mendapat jaminan konstitusional," jelas Ahmad Ramadhan kepada VOA, Minggu (3/1).

Ahmad Ramadhan menambahkan konten yang dilarang dalam Pasal 2d merupakan konten-konten yang melanggar undang-undang. Misalnya konten yang provokatif, berpotensi menimbulkan perpecahan suku, agama, dan ras. Adapun Pasal 2d Maklumat Kapolri berbunyi, "Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial."

Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI). (Foto: VOA/Sasmito Madrim)

Kata Ramadhan, aturan ini diterbitkan untuk memperkuat Keputusan Bersama enam menteri dan lembaga tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. Ahmad menyebut Maklumat Kapolri ini tidak perlu direvisi, tetapi cukup dengan meluruskan penafsiran tentang Pasal 2d yang menjadi polemik di masyarakat.​

Sejumlah Institusi Pers Kritisi Maklumat Kapolri

Direktur LBH Pers Ade Wahyudin menilai Maklumat Kapolri ini tidak memenuhi standar dalam pembuatan regulasi. Alasannya maklumat ini hanya didasarkan pada Keputusan Bersama enam menteri dan lembaga.

"Meskipun sebenarnya ini bukan menjadi dasar hukum. Tapi kekawatiran terbesarnya ini akan menjadi momok kebebasan pers dan berekspresi. Jadi orang takut mengeluarkan ekspresinya atau jurnalis merasa takut menulis berita," ujar Ade kepada VOA, Minggu (3/1).

BACA JUGA: Pemerintah Larang Kegiatan dan Penggunaan Simbol FPI

Ade menambahkan surat keputusan bersama pada dasarnya merupakan suatu penetapan yang bersifat individual dan digunakan sekali sehingga tidak semestinya mengatur keluar dan luas. Karena itu, Maklumat Kapolri semestinya juga hanya ditujukan kepada anggota Polri yang berisi pentintah dari Kapolri.

Maklumat Kapolri ini sebelumnya juga mendapat kritik dari sejumlah organisasi jurnalis dan media, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

"Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI," terang Ketua AJI Abdul Manan dalam rilis 1 Januari 2021.

Your browser doesn’t support HTML5

Polri: Maklumat Kapolri Tidak Batasi Kebebasan Pers dan Berpendapat

Sejumlah organisasi jurnalis dan media juga menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang Pers.

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengeluarkan maklumat nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI), yang ditandatangani 1 Januari 2021. Polri beralasan, maklumat ini untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI. [sm/ah/em]